top of page
  • Writer's pictureKSM Defensia UPN Veteran Yogyakarta

Sentimen Agama hingga Isu Genosida Séléka - Anti Balaka di Republik Afrika Tengah

Updated: Aug 14, 2021

Oleh : King Valen Stevano Suseno


Kawasan Afrika merupakan sebuah kawasan yang secara umum, jauh dari kata kemakmuran. Namun, apabila dilihat dari sumber daya alam yang dimiliki, sebenarnya kawasan ini sangatlah kaya dengan tersedianya banyak komoditi seperti minyak, mangan, platinum, emas, hingga berlian. Sebuah ironi, dimana kekayaan tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat disana yang dikarenakan banyak faktor, seperti tingkat pendidikan yang rendah, situasi politik yang panas, intervensi aktor internasional, hingga kondisi keamanan dan pertahanan negara yang lemah. Faktor-faktor tersebut membuat kemajuan di kawasan Afrika seperti halnya di Kawasan Afrika Tengah belum merata. Negara-negara yang berada di kawasan ini seperti Chad, Kongo, Kamerun, Republik Afrika Tengah, dan lain-lainnya masuk kedalam negara dengan tingkat kemajuan yang sangat buruk yang disebabkan oleh adanya isu keamanan tradisional. Kudeta, separatisme, hingga isu akan adanya genosida terdapat di kawasan ini, khususnya pada negara Republik Afrika Tengah (RAT).


Republik Afrika Tengah merupakan sebuah negara yang merdeka pada tahun 1960 dari kolonialisme Perancis dengan luas sekitar 622984 km2 dan memiliki penduduk sekitar 4.666.368 jiwa. Sejak merdekanya Republik Afrika Tengah pada 1960, negara ini belum bisa lepas dari belenggu kemiskinan dikarenakan sistem dan tindakan para pejabat yang sangat koruptif. Banyak dari mereka, menduduki jabatan hanya untuk memperkaya diri sendiri. Sistem pemerintahan yang buruk ini tidak pernah hilang walaupun sudah berulang kali terjadi pergantian presiden, hingga puncaknya terjadi pada Maret 2003 dimana terjadi penggulingan kekuasaan oleh François Bozizé Yangouvonda (Presiden Bozizé) atas pendahulunya yaitu, Ange-Félix Patassé.


Republik Afrika Tengah di bawah kepemimpinan Bozizé sangatlah menderita dikarenakan dalam pemerintahannya, Bozizé mulai menggunakan agama sebagai senjata politik untuk menyerang kaum Muslim. Secara umum, kelompok agama adat disana sekitar 35 persen populasi, Protestan mewakili persen, sama dengan Katolik, sementara Muslim hanya mewakili 15 persen populasi Republik Afrika Tengah. Penindasan yang terjadi terhadap kaum muslim di negara tersebut menyebabkan Kelompok Séléka yang didominasi Muslim negeri itu melakukan aksi balasan. Aksi balasan tersebut dimulai dari bulan Desember 2012 hingga puncak penggulingan Bozizé pada 24 Maret 2013, dan berakhir dengan Michel Djotodia yang merupakan pemimpin Séléka akhirnya menjadi Presiden. Disisi lain, mereka juga melakukan aksi yang sama kepada umat Kristen, seperti pembunuhan, penculikan, penghancuran gereja, rumah, dan tindakan kekerasan lainnya. Hal ini kemudian membuat kondisi Republik Afrika Tengah mengalami puncak eskalasi konflik yang berdampak pada warga sipil disana yang disebabkan oleh perang antara kelompok Séléka dengan Anti-Balaka. Anti-Balaka sendiri adalah sebutan bagi milisi Kristen dan Animis disana yang artinya "anti parang atau anti pedang". Banyak beredar video kekejaman yang dilakukan oleh masing-masing kelompok. Bahkan PBB turut memberikan peringatan akan adanya potensi genosida terhadap kelompok Muslim di sana. Oleh karena itu, jumlah imigran dari Republik Afrika Tengah sangat besar pada saat itu.


Ditinjau dari sejarahnya, pasca kemerdakaan Republik Afrika Tengah dan dipimpinnya pemerintahann oleh non-Muslim, menciptakan perpecahan dalam masyarakatnya melalui reformasi sosial-ekonomi dan politik mereka. Ketidakstabilan keamanan dan ketertiban menjadi bagian tak terpisahkan dari pemerintahan negara ini sejak 1993 sehingga menyebabkan munculnya kelompok bersenjata untuk membela masyarakat dengan kepentingannya masing-masing. Pemerintah François Bozizé bahkan mempersenjatai beberapa diantara kelompok guna mempertahankan kekuasaannya. Beberapa pernyataan yang dikeluarkan juga sempat menimbulkan perpecahan dalam basis agama. Konflik bertambah parah ketika Séléka berhasil merebut kekuasaan. Séléka pada dasarnya merebut kekuasaan bukan atas dasar agama, tetapi untuk berpartisipasi dalam pengamanan sumber daya negara. Sayangnya, pembalasan tersebut sebagian besar menargetkan umat Kristen dan agama adat. Pembunuhan massal, pemerkosaan, penyiksaan, dan penculikan, serta penghancuran besar-besaran oleh pemberontak Séléka ini, menumbuhkan tekad dari populasi Kristen dan Animis untuk melawan yang berkoalisi dalam Anti-Balaka.


Referensi :


Amnesty International. Ethnic Cleansing and Sectarian Killings in the Central African Republic. London. Amnesty International Publications 2014.

Hundreds dead' in Central African Republic violence". BBC News. Diakses melalui http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-25273681 pada 16 Mei 2021


Overall total population" – World Population Prospects: The 2019 Revision". Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa, Divisi Populasi. Diakses melalui https://population.un.org/wpp/Download/Files/1_Indicators%20(Standard)/EXCEL_FILES/1_Population/WPP2019_POP_F01_1_TOTAL_POPULATION_BOTH_SEXES.xlsx pada 16 Mei 2021


85 views0 comments

Comments


bottom of page