top of page
  • Writer's pictureKSM Defensia UPN Veteran Yogyakarta

SENGKETA LAUT CINA SELATAN, KAPAN KONFLIK INI BERAKHIR?

Oleh: Luthfi Harun Arrasyid


Sengketa kepemilikan Laut Cina Selatan hingga saat ini terus menjadi sorotan masyarakat global. Konflik ini secara langsung melibatkan banyak negara di Asia khususnya di bagian Asia Tenggara. Negara-Negara yang bersengketa yakni Cina yang berhadapan dengan berbagai negara diwilayah Asia Tenggara khususnya di setiap yang berbatasan dengan sembilan garis khayal yang dibuat oleh Cina dengan dasar zona ekonomi nelayan Cina terdahulu. Konflik ini juga melibatkan beberapa negara adikuasa lainnya yakni Amerika Serikat dan Jepang yang terlihat acap memberikan sikap maupun pernyataan terhadap tindakan Cina yang melakukan akuisisi terhadap kepemilikan Laut Cina Selatan. Sengketa atas klaim Cina ini telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap meningkatnya eskalasi di wilayah tersebut.


Konflik sengketa bermula disaat Cina melakukan klaim secara sepihak yakni terhadap 80% wilayah Laut Cina Selatan yang memiliki luas sejumlah 2.000 km, wilayah ini kemudian dibatasi dengan dengan Sembilan Garis Imajiner. Pernyataan ini kemudian ditolak oleh negara-negara yang memiliki rasa kepemilikan serta kuasa secara hukum laut Internasional di wilayah klaim yang dilakukan oleh Cina tersebut, klaim yang sepihak yang dilakukan oleh Cina telah dianggap menentang hukum laut UNCLOS yang telah disahkan oleh PBB melalui musyawarahnya pada tahun 1982. Klaim sepihak China ini menggambarkan ketidak harapan Cina atas hukum internasional yakni hukum laut UNCLOS 1982, ditunjukkan melalui sikapnya dengan memberikan pernyataan klaim kepemilikan yang meyakinkan dengan membatasi wilayah tersebut dengan Sembilan Garis Khayal di peta wilayah Laut Cina Selatan dengan sudut pandang sejarah bahwa nelayan mereka sejak laa telah melaut di wilayah tersebut.


Dinamika sengketa yang terjadi di Laut Cina Selatan antara Cina dengan negara-negara ASEAN saat ini masih terus berlanjut. Saat ini negara-negara di Asia Tenggara yang berhadapan secara langsung dengan sengketa Laut Cina Selatan ini tetap menggunakan dan menyuarakan UNCLOS sebagai aturan hukum yang berlaku. Namun, Cina hingga saat ini masih bersikukuh melakukan klaimnya atas Sembilan Garis Khayal tersebut. Konflik saling klaim zona teritorial ini membuat jalur perdamaian di kawasan ini dari waktu ke waktu menjadi lebih sulit dikarenakan pijakan hukum yang seharusnya telah disepakati menjadi renggang lantaran Cina yang berpegang pada sudut pandang sejarah mereka yang pada dasarnya tidak memiliki dukungan kuat jika dilihat dari kacamata yuridis Internasional. Fakta Cina yang saat ini memiliki pengaruh kuatnya melalui ekonomi dan militer telah mendorong Cina untuk terus konsisten mengklaim sepihak Nine-dash line dan juga memiliki power untuk menghiraukan UNCLOS 1982 yang telah disahkan oleh PBB. Cina juga meyakinkan kepemilikannya melalui pernyataannya dengan menolak putusan Mahkamah Arbitrase Internasional yang dimana Mahkamah telah menetapkan keputusan menolak klaim sejarah China berdasarkan UNCLOS pada 2016.


Pada dasarnya, Cina dalam kacamata hukum sudah semestinya tidak mengklaim terhadap hampir 80% wilayah di Laut Cina Selatan tersebut. Hal ini dikarenakan ketentuan teritorial Laut Cina Selatan sudah ditetapkan dalam hukum laut UNCLOS 1982 yang disahkan oleh PBB. Terlebih, klaim sepihak ini tentu akan memberikan rasa waspada dan tidak aman bagi negara-negara yang berada di kawasan tersebut sehingga bagi setiap negara yang merasa memiliki hak di kawasan tersebut akan tetap berupaya dalam mempertahankan kedaulatannya dikarenakan jelasnya hukum yang mengatur terkait kepemilikan wilayah teritorial laut tersebut. Dengan demikian, apapun alasan Cina dalam melakukan klaim di wilayah Laut Cina Selatan dianggap tidak dapat diterima karena dalam UNCLOS 1982 sudah diatur hak kedaulatan teritorial negara di wilayah Laut Cina Selatan, terlebih lagi klaim sepihak yang dilakukan oleh Cina telah ditolak oleh Mahkamah Arbitrase Internasional.


Proses penyelesaian masalah yang terjadi hingga saat ini, masih memberikan tanda tanya kepada masing-masing pihak yang belum memberikan jawaban kepastian kapan berakhirnya konflik sengketa tersebut. Pada sisi lain, negara-negara yang terlibat sengketa ini juga memiliki idealisme kuat dalam mempertahankan wilayah teritorial lautnya berdasarkan pada kesepakatan PBB. Saling klaim antar negara telah membuat konflik sengketa ini sulit untuk diselesaikan. Sudah semestinya hak dan kedaulatan teritorial di Laut Cina Selatan ditegakkan sesuai dengan hukum yang telah ada yang dibentuk melalui kesepakatan bersama, Sehingga tidak akan menimbulkan adanya tumpang tindih klaim oleh setiap negara yang bersengketa.


Saling klaim berdasarkan versi masing-masing negara ini membuat konflik sengketa yang terjadi bukan tidak mungkin dapat menimbulkan proyeksi ketegangan berubah menjadi adu kekuatan (power) yakni militer yang berdampak pada ancaman negara-negara di wilayah Laut Cina Selatan. Kemudian, apabila saling klaim ini masih terus bergulir, maka kemungkinan besar dikhawatirkan akan memberikan ruang konflik yang lebih besar dan lebih sulit untuk diselesaikan. Menciptakan ruang komunikasi melalui jalur diplomasi sebagaimana yang terdapat pada resolusi konflik pada konflik-konflik sebelumnya di wilayah lain, tentu menjadi pilihan prioritas dalam penyelesaian konflik di wilayah ini. Komunikasi bergulir dan kontinu akan membuka ruang dialog yang memberikan arah ke depan bagaimana masing-masing pihak yang berkepentingan menyelesaikan permasalahannya, hal ini sekaligus diharapkan secara bertahap akan dapat memberikan jawaban kapan konflik sengketa yang terjadi di wilayah Laut Cina Selatan ini dapat terselesaikan.



DAFTAR PUSTAKA


April Ningsih, Ocie. 2016. “Sengketa Kepemilikan Kepulaun Spartly Di Laut China Selatan Berdasarkan Unclos III (United Nations Covention On The Law of The Sea)”. (https://media.neliti.com/media/publications/185226-ID-none.pdf)


HI, UMM. 2020. “Akhir Dari Konflik Laut China Selatan”. (https://hi.umm.ac.id/en/berita/akhir-dari-konflik-laut-china-selatan.html)


Indonesia, CNN. 2020. “ASEAN Hanya Akui UNCLOS soal Aturan Main Laut China Selatan”. (https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200627195144-106-518215/asean-hanya-akui-unclos-soal-aturan-main-laut-china-selatan)


Junef, Mahar. 2018. “Sengketa Wilayah Maritim di Laut Tiongkok Selatan”. (https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/dejure/article/view/420/pdf)






13 views0 comments

Comments


bottom of page