Pelanggaran HAM dan Konflik: Migrasi Warga Ethiopia menuju Perbatasan Arab Saudi melalui Yaman (2022–2023)
- KSM Defensia UPN Veteran Yogyakarta

- Sep 19
- 3 min read
Oleh: Nabila Nur Ramadhani
Migrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu tempat ketempat lain dengan tujuan tertentu dengan tidak ada niatan menetap. Migrasi disebabkan oleh konflik, kemiskinan, dan ekonomi. UNHCR tahun 2022 mencatat sebanyak 149.603 warga Ethiopia yang berstatus imigran pencari suaka. Adapun faktor yang mendorong warga migrasi lintas batas dari Ethiopia meliputi, tantangan ekonomi seperti pengangguran kaum muda dan pendapatan yang rendah, tanggung jawab keluarga, dan persepsi positif tentang standar hidup di negara-negara Barat dan Timur Tengah. Tekanan dari keluarga, teman sebaya dan masyarakat memainkan peran penting dalam mendorong migrasi sebagai cara untuk keluar dari kemiskinan dan pengangguran(Tefera, 2018). Sebagian besar migran menempuh jalur berbahaya melalui Djibouti, Teluk Aden, hingga Yaman yang dikenal sebagai “Rute Timur”. Jalur ini terdapat penyelundup, perdagangan manusia, serta ancaman kekerasan dari kekrasan bersenjata. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Amnesty International tahun 2022 melaporkan ribuan migran Ethiopia ditahan secara sewenang-wenang di Arab Saudi dan hidup dalam kondisi penjara yang tidak layak serta tanpa akses hukum. Human Rights Watch menggambarkan kejadian tragis di bulan Januari sampai Juni 2023, ketika penjaga perbatasan Saudi menembaki migran di perbatasan. Beberapa saksi bahkan melaporkan penjaga menanyakan “anggota tubuh mana yang ingin ditembak” sebelum mengeksekusi korban(Firdha Usmina Safitri & Agussalim Burhanuddin 2024 hlm. 178-179). Tindakan tersebut merupakan bentuk dari pembunuhan diluar hukum (extrajudicial killings) yang melanggar Universal Declaration of Human Rights dan Pasal 7 Statuta Roma tentang kejahatan terhadap kemanusiaan.
Para migran Sebagian besar kehilangan pekerjaan layak, terancam kelaparan, rentan sakit, dan menjadi korban kekerasan bersenjata. Untuk mengurangi risiko yang dihadapi migran ini, penting untuk meningkatkan kesadaran global yaitu dengan meningkatkan perlindungan hukum. Seperti prinsip non-refoulement yakni larangan mengembalikan seseorang ke wilayah dimana ia terancam penyiksaan atau kematian. Prinsip ini telah menjadi hukum kebiasaan internasional yang mengikat meskipun Arab Saudi bukan pihak Konvensi Pengungsi 1951(Firdha Usmina Safitri &Agussalim Burhanuddin 2024 hlm. 178-179).
Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Arab Saudi yaitu dengan menghentikan penangkapan dan penahanan sewenang-wenang terhadap imigran berdasarkan status imigrasi, dengan memprioritaskan pembebasan kepada perempuan hamil dan anak-anak. Selain itu, menghentikan pengembalian paksa imigran Ethiopia dan melakukan penilaian pribadi untuk mengidentifikasi kebutuhan perlindungan terutama bagi orang Tigray yang menghadapi persekusi. Arab Saudi harus menyelidiki dan menghentikan penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya di pusat penahanan dan memastikan investigasi independen terhadap kematian dan penyalahgunaan. Pihak Houthi harus menghentikan penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, perdagangan manusia, serta memberikan bantuan kemanusiaan tanpa hambatan kepada mereka yang kembali dari percobaan lintas batas yang mengalami luka parah. Kedua harus dapat meratifikasi konvensi dan hukum internasional seperti penghormatan terhadap hak asasi manusia. Pihak PBB dapat membantu dengan mendirikan investigasi independen yang didukung PBB terhadap pembunuhan dan penyalahgunaan terhadap imigran dan pencari suaka di perbatasan Yaman-Arab Saudi, sementara pihak-pihak yang terkait perlu mendesak Arab Saudi untuk mengakhiri kebijakan menargetkan imigran dengan senjata peledak dan serangan dari jarak dekat di perbatasan dengan Yaman(Firdha Usmina Safitri & Agussalim Burhanuddin 2024).
Dari studi kasus migrasi warga Ethiopia, kita ketahui bahwa bukan hanya sekadar pada persoalan ekonomi namun adanya krisis kemanusiaan yang menuntut respons kolektif. Adanya penghentian penahanan secara sewenang-wenang dan investigasi independen atas dugaan pembunuhan massal. Oleh karena itu, perlindungan pada hak-hak migran hanya dapat dicapai melalui pendekatan keamanan manusia yang mengutamakan manusia.
Referensi:
Firdha Usmina Safitri, and Agussalim Burhanuddin. 2024. “Human Security Dan Pelanggaran HAM: Studi Kasus Migrasi Warga Negara Ethiopia Di Perbatasan Arab Saudi-Yaman 2022-2023.” Birokrasi: JURNAL ILMU HUKUM DAN TATA NEGARA 2(3): 170–82. doi:10.55606/birokrasi.v2i3.1319.
Tefera, M. M. (2018). Cross-border migration and human trafficking in Ethiopia: Contributing factors, policy responses and the way forward. Fudan Journal of the Humanities and Social Sciences, 12(1), 93–116. https://doi.org/10.1007/s40647-018-0218-y








Comments