Oleh : Stefanus Gilang Kristanto
Konflik merupakan sebuah fenomena internasional yang kerap terjadi. Tidak terkecuali konflik yang sering terjadi di Kawasan Timur Tengah, seperti konflik perbatasan oleh Israel dan Palestina yang berusaha memperoleh kemerdekaannya yang terus berlanjut, gejolak Arab Spring seperti Revolusi di Tunisia dan Mesir, hingga yang terakhir ialah Pemberontakan sipil di Suriah yang belum mereda. Ancaman masyarakat Kawasan Timur Tengah juga diperburuk dengan munculnya gerakan kelompok yang menamakan diri sebagai ISIS atau Islamic State in Iraq and Syria. Tensi tinggi dan keadaan Kawasan Timur Tengah yang tidak stabil bahkan mengalami kekacauan di beberapa negara mengakibatkan melonjaknya angka pengungsi dan pencari suaka baru untuk mendapat tempat yang lebih aman bahkan mampu menjamin beberapa aspek kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.
Gelombang pencarian suaka dan tempat mengungsi Timur Tengah ke Kawasan Eropa berpuncak pada tahun 2015. Berdasarkan catatan dari UNHCR di tahun tersebut sebanyak 1.000.573 orang telah melakukan migrasi ke Kawasan Eropa[1] akibat konflik yang terjadi. Melihat sepak terjang pencari suaka dan pengungsi dari Timur Tengah tentu harus membicarakan bagaimana berbahayanya perjalanan yang dilalui. Kabur dari negara berkonflik tanpa adanya perbekalan yang maksimal merupakan sebuah upaya yang harus ditempuh oleh pencari suaka dan pengungsi dari negara yang sedang berkonflik. Terdapat 2 cara yang dilakukan oleh para pencari suaka dan pengungsi dalam mencari tempat aman di Kawasan eropa. Ketika rute laut ditempuh maka para pencari suaka dan pengungsi harus menempuh dari Kawasan Timur Tengah ataupun melalui Afrika Utara lalu menuju ke Laut Mediterania, menyeberangi Laut Mediterania tentu akan sangat berbahaya bagi para pencari suaka dan pengungsi yang ilegal atau setidaknya tidak memiliki surat legal. Cara kedua yaitu dengan melakukan perjalanan darat dari negara masing- masing lalu menuju ke Kawasan Turki dan kemudian masuk ke Kawasan Yunani.
Permasalahan timbul ketika terdapat harapan bahwa seluruh anggota Uni Eropa memiliki usaha Integrasi yaitu melalui pembagian tanggung jawab yang harus diemban oleh masing- masing negara anggota. Terdapat sebuah jurang pembeda atau setidaknya negara negara anggota yang benar benar menjamu serta memberikan perlindungan dengan negara yang berusaha untuk menolak kehadiran dari pencari suaka dan pengungsi Timur Tengah karena suatu alasan. Perbedaaan yang mencolok ditunjukan oleh oleh negara yang menerima seperti Jerman dan Portugal berbanding dengan Polandia, Hungaria dan Republik Ceko.
Dalam kasus di Hungaria muncul sebuah ulasan bahwa Parlemen Hungaria telah menyetujui penahan otomatis semua pencari suaka di kamp kamp container di perbatasan negara. Selaras dengan undang undang yang telah disetujui sebagian besar parlemen, Perdana Menteri Viktor Orban juga berpendapat bahwa hal tersebut merupakan tanggapan atas serangan teror di Eropa.[2] Sikap keras yang ditempuh oleh Perdana Menteri Hongaria ditunjukan mengenai migrasi selama beberapa tahun. pada masa awal migrasi tahun 2015, Hungaria yang saat itu juga menjadi negara transit bagi pencari suaka dalam perjalanan ke Jerman dan negara Uni Eropa lainnya, Perdana Menteri Viktor Orban menanggapi dengan pembangunan pagar kawat berduri di perbatasan Serbia dan Kroasia. Fasilitas pengamanan juga dipasang pada kedua pagar dilengkapi dengan Kamera malam dan sensor panas dan gerakan.
Disaat ini dunia sedang mengalami pandemi Coronavirus tentu akan memberikan sebuah kerugian lebih bagi pengungsi dalam memperoleh tempat yang lebih baik. Menurut artikel euronews.com yang diunggah pada 3 Maret 2020, di Hungaria, belum terdapat kasus virus Corona yang tercatat dan ke 125 tes yang diberikan menunjukan hasil negatif. [3] Keadaan pengungsi di Hungaria juga diperburuk dengan pengumuman dari Penasihat keamanan nasional untuk perdana Menteri yaitu Gyorgy Bakondi mengenai hungaria yang menangguhkan akses tanpa batas ke daerah transit perbatasan untuk pencari suaka karena risiko terkait penyebaran Covid-19[4]
[1] Hereward Holland. 2015. “Over One Million Sea Arrivals Rach Europe in 2015”. Diakses dari: https://www.unhcr.org/news.latest/2015/12/5683dOb56/million_sea_arrival_reach_europe_2015.html. [2] BBC NEWS. 2017. “Hungary to detain all asylum seeker in border camps”. Diakses dari https://www.bbc.com/news/amp/world-europe-39196105. [3] Euro News. 2020. “Orban uses coronavirus as excuse to suspend asylum rights in hungary” https://www.euronews.com/amp/2020/03/03orban-uses-coronavirus-as-excuses-to-suspend-asylum-rights-in-hungary.html [4] Ibid
Referensi
Jurnal
Fieqry Ifvan Sunardi. 2020. “Perbandingan Kebijakan Portugal dan Hungaria Terhadap Pengungsi Timur Tengah 2015- 2018.” Journal of International Relation, Volume 6, Nomor 1. Diakses dari: https://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihi
Website
BBC NEWS. 2017. “Hungary to detain all asylum seekers in border camps”. Diakses dari: https://www.bbc.com/news/world-europe-39196105.
Monella, Lillo Montalto. 2020. “Orban uses coronavirus as excuse to suspend asylum rights in Hungary”. Diakses dari: https://www.euronews.com/2020/03/03/orban-uses-coronavirus-as-excuse-to-suspend-asylum-rights-in-hungary
Hereward Holland. 2015. “Over One Million Sea Arrivals Rach Europe in 2015”. Diakses dari: https://www.unhcr.org/news/latest/2015/12/5683d0b56/million-sea-arrivals-reach-europe-2015.html.
European Commission. 2015. “Refugee Crisis: European Commission takes decisive action”. Diakses dari: https://ec.europa.eu/commission/presscorner/detail/en/IP_15_5596
Comments