Oleh : Karina Khairunisa
Pada hakikatnya, semua manusia membutuhkan jaminan keamanan dalam menjalankan aktivitas. Tanpa memandang jenis kelamin hingga status sosial, rasa aman tetaplah menjadi hak setiap individu. Tapi pada kenyataannya, kata aman belum sempurna melekat pada perempuan. Fakta tersebut diperkuat dengan peristiwa pelecehan seksual yang dialami turis asal Spanyol di India, tepatnya di distrik Damka negara bagian Jharkhand, India timur. Tercatat pada tanggal 1 Maret 2024 peristiwa kekerasan fisik dan pelecehan seksual telah dilakukan oleh tujuh pria tidak bertanggung jawab. Korban bersama suaminya melalui saluran TV Spanyol bersaksi bahwasanya ketujuh pria tak bertanggung jawab itu melakukan pemerkosaan secara bergantian selama kurang lebih dua jam. Sontak kesaksian dari korban mengundang pertanyaan dari dunia internasional, sebenarnya seberapa mengerikan kejahatan seksual di India?
Sebenarnya jika berbicara mengenai kasus kekerasan dan pelecehan seksual di India, peristiwa yang dialami turis Spanyol pada 1 Maret 2024 lalu bukanlah sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. Banyak kasus pelecehan seksual yang menambah daftar panjang yang menjadi alasan mengapa India disebut sebagai negara yang tidak aman sekali bagi perempuan, baik turis maupun warga lokal mereka sendiri. Lebih parahnya, pelecehan seksual yang dialami para korban telah mencapai titik penghilangan nyawa. Sebut saja, kasus yang menimpa seorang dokter hewan berusia 27 tahun di Hyderabad yang tewas setelah diperkosa beramai-ramai lalu dibakar pada 2019,disusul dengan kasus pemerkosaan berujung penghilangan nyawa yang dialami seorang remaja putri dari kasta Dalit berusia 19 tahun di Uttar Pradesh oleh para pria berkasta lebih tinggi dari korban di tahun 2020 dan masih banyak lagi kasus pelecehan seksual yang berakhir dengan nyawa korban melayang.
Menurut data yang dicatat oleh Biro Kejahatan Nasional di India (NRBC) setidaknya 90 kasus pemerkosaan dilaporkan terjadi dalam satu hari pada 2022. Akan tetapi, besar kemungkinan masih jauh lebih banyak kasus pelecehan seksual yang belum tercatat dikarenakan korban tidak melapor ke pihak berwenang. Stigma buruk masyarakat kepada korban pelecehan seksual, budaya patriarki yang masih kuat melekat, juga kurang pedulinya pihak berwenang menjadi alasan mengapa masih banyak korban yang takut juga enggan untuk melaporkan pelecehan seksual yang dialami. Sistem kasta pada struktur kehidupan sosial di India disinyalir turut berperan serta mengapa kasus pelecehan seksual di India terus terjadi. Kasta Dalit sebagai kasta yang dianggap paling rendah, mengalami dampak yang paling buruk dalam kasus ini. Didasari oleh hierarki kasta tersebut, orang-orang dengan kasta lebih tinggi memperlakukan mereka secara semena mena. Menurut data yang diperoleh dari Gerakan Nasional HAM Dalit, 63% perempuan dari kasta Dalit telah diperkosa.
Lemahnya undang-undang yang mengatur tentang hukuman bagi pelaku pelecehan seksual seakan akan cerminan bagaimana kasus pelecehan seksual di India telah menjadi hal yang dinormalisasi. Salah satu contoh kasus yang mencerminkan lemahnya sanksi hukum terhadap pelaku pelecehan seksual terjadi pada 2015 lalu, dimana seorang pria berusia 39 tahun dinyatakan tidak bersalah oleh hakim Pengadilan Tinggi Bombay setelah terbukti melakukan pelecehan seksual kepada seorang gadis 12 tahun berupa menyentuh bagian dada dan memaksanya untuk melepas celana dalam. Mirisnya, Pengadilan Tinggi Bombay menyatakan keputusan yang mereka keluarkan didasari dalih bahwa pelaku tidak melakukan kontak langsung dengan kulit korban.
Tingginya angka pemerkosaan yang dialami oleh perempuan kasta Dalit serta seluruh kasus kekerasan seksual di India menunjukkan kegagalan pemerintah India untuk mewujudkan keamanan dan kenyamanan perempuan di negara itu. Data terbaru yang bersumber dari The National Commision for Women (NCW) mencatat 28.811 laporan kasus kejahatan kepada kaum perempuan di India pada tahun 2023. Untuk itu, diperlukan kerja sama dari pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat di India sebagai langkah nyata untuk mengurangi bahkan menghilangkan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di negara mereka demi menciptakan rasa keamanan juga kenyamanan sebagaimana hakikat manusia sedari awal.
REFERENSI
28811 complaints of crimes against women received in 2023, over 50 pc from UP: NCW data | India News. (2024, January 1). Times of India. Retrieved March 19, 2024, from https://timesofindia.indiatimes.com/india/28811-complaints-of-crimes-against-women-received-in-2023-over-50-pc-from-up-ncw-data/articleshow/106453699.cms
bbc.com. (2019, December 4). Kasus pemerkosaan beramai-ramai terus muncul di India, mengapa kegentingan ini bisa terjadi? BBC. Retrieved March 19, 2024, from https://www.bbc.com/indonesia/dunia-50655149
cnnindonesia.com. (2014, September 8). Budaya Kasta di India, Budaya Pemerkosaan. CNN Indonesia. Retrieved March 19, 2024, from https://www.cnnindonesia.com/internasional/20140908170917-113-2763/budaya-kasta-di-india-budaya-pemerkosaan
Hollingsworth, J., & Pratap, R. (2021, January 27). Indian court rules that groping without removing clothes is not sexual assault. CNN. Retrieved March 19, 2024, from https://edition.cnn.com/2021/01/26/asia/india-sexual-assault-intl-hnk/index.html
Krishnan, M. (2024, March 6). Apakah Kekerasan Seksual Sudah Jadi Hal Normal di India? – DW – 06.03.2024. DW. Retrieved March 19, 2024, from https://www.dw.com/id/apakah-kekerasan-seksual-sudah-jadi-hal-normal-di-india/a-68449919
Kumar, P. (2020, September 30). No country for women: India reported 88 rape cases every day in 2019. India Today. Retrieved March 19, 2024, from https://www.indiatoday.in/diu/story/no-country-for-women-india-reported-88-rape-cases-every-day-in-2019-1727078-2020-09-30
Comments