top of page
  • Writer's pictureKSM Defensia UPN Veteran Yogyakarta

KETERGANTUNGAN ENERGI FOSIL MALAYSIA

Oleh: Gregorius Reinaldo Dimas Saputra


Ketahanan energi merupakan salah satu isu penting dalam dimensi keamanan nasional. Hal tersebut dikarenakan peran energi dalam jalannya aktivitas yang terjadi dalam suatu negara. Baik industri, transportasi, hingga kehidupan sehari-hari membutuhkan bahan bakar untuk berjalan. Malaysia adalah salah satu negara terbesar di Asia Tenggara. Sama seperti negara tetangganya yaitu Indonesia, Malaysia masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil serta batubara sebagai energi utama untuk memfasilitasi aktivitas mereka. Ketahanan energi dapat didefinisikan sebagai 'pasokan energi yang cukup dan tidak terputus dengan harga yang terjangkau'.


Malaysia menghadapi dua isu utama terkait ketahanan energi mereka, yaitu ketergantungan terhadap bahan bakar fosil serta ketergantungan terhadap impor energi. Secara domestik, produksi energi Malaysia tidak dapat memenuhi kebutuhan. Selain itu, industri energi Malaysia juga bergantung pada batubara yang menghasilkan polusi udara sedangkan dunia berusaha beralih kepada energi terbarukan untuk memenuhi sasaran zero-emission. Pada 2017, sekitar 50,6% produksi energi Malaysia berasal dari pembakaran batubara. Jika dibandingkan dengan tahun 1997, Malaysia membakar batubara jauh lebih sedikit, sekitar 7,4%. Pada tahun yang sama, 63,4% produksi energi berasal dari gas alam. Peralihan produksi energi tersebut kini mulai dipertanyakan karena dunia berusaha beralih ke energi terbarukan untuk memitigasi dampak perubahan iklim.


Selain masalah penggunaan batubara sebagai bahan bakar produksi energi utama, hampir seluruh pembangkit listrik di Malaysia menggunakan batubara hasil impor. Di tahun 2020, Malaysia mengimpor sebanyak 98% dari batubara yang dibakar untuk menghasilkan sekitar 40% listrik negara. Menurut Observatory of Economic Complexity (OEC), Malaysia pada 2019 menjadi pengimpor batubara terbesar ke 9 di dunia dengan impor sebanyak 3,24 miliar USD batubara. Batubara menjadi komoditas impor terbanyak ke 5 di Malaysia pada saat itu. Data tersebut menunjukkan isu kedua dalam tantangan ketahanan energi Malaysia, yaitu ketergantungan terhadap impor energi. Berdasarkan data dari OEC, mayoritas impor batubara Malaysia berasal dari Indonesia dan Australia, lalu sebagian dari Rusia, China dan Afrika Selatan. Ketergantungan terhadap impor batubara sebagai bahan bakar utama dapat menjadi ancaman tersendiri terhadap ketersediaan akses energi nasional. Jika negara pemasok memutuskan untuk mengurangi atau memberi kuota terhadap ekspor komoditas mereka, maka Malaysia sebagai negara yang bergantung berat terhadap pasokan batubara akan kewalahan dalam upaya menutup kekurangan bahan bakar tersebut. Konsekuensi lain yang mungkin dihadapi oleh Malaysia adalah tekanan global untuk beralih kepada sumber daya terbarukan.


Untuk mengatasi kedua isu tersebut, Malaysia mengenalkan sumber daya terbarukan dalam kebijakan bahan bakar kelima melalui 8th Malaysia Plan yang diterapkan pada 2001-2005. Sumber daya terbarukan menjadi alternatif baru dalam menangani isu ketergantungan energi Malaysia. Namun, alternatif tetap hanya menjadi alternatif. Rencana pada 8th Malaysia Plan menargetkan 500MW listrik dari total 20.000MW dihasilkan oleh hasil olahan energi terbarukan. Namun, hingga akhir 2010, hanya sekitar 41.5MW produksi listrik dapat dicapai dari pengolahan energi terbarukan. Gas alam tetap menjadi alternatif utama dalam mengatasi isu energi. Akan tetapi, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, batubara hasil impor menjadi bahan bakar utama dalam produksi energi domestik. Sehingga, Malaysia harus menghadapi isu polusi serta ketergantungan impor secara bersamaan.


Ketergantungan bahan bakar fosil Malaysia menimbulkan kecemasan terhadap akses serta ketersediaan energi nasional. Malaysia tidak dapat bergantung lama terhadap bahan bakar fosil untuk memproduksi kebutuhan energi mereka. Selain itu, dunia sedang berusaha beralih dari bahan bakar fosil untuk mengurangi dampak pemanasan global. Akan tetapi, upaya Malaysia untuk beralih ke energi terbarukan memberi harapan di tengah ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Namun, hingga teknologi energi terbarukan dapat memenuhi kebutuhan pasokan energi, batubara akan tetap menjadi bahan bakar utama karena lebih terjangkau dan kapasitas produksinya yang lebih besar walau Malaysia harus tetap bergantung untuk sementara waktu.



Referensi


Saleh Shadman, Christina Chin M.M. and Novita Sakundarini. 2018. “Energy security in Malaysia: Current and future scenarios”. https://theasiadialogue.com/2018/12/11/energy-security-in-malaysia-current-and-future-scenarios/.


Meenakshi Raman. 2020. “Malaysia is burning more coal now than it did 20 years ago”. https://www.thestar.com.my/opinion/letters/2020/09/15/malaysia-is-burning-more-coal-now-than-it-did-20-years-ago.


Observatory of Economic Complexity. 2019. “Coal Briquettes in Malaysia”. https://oec.world/en/profile/bilateral-product/coal-briquettes/reporter/mys. Diakses 25 Februari 2022.


Sahid, E. J. M., Siang, C. C., & Peng, L. Y. 2013. “Enhancing energy security in Malaysia: the challenges towards sustainable environment”. Dalam IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 16, No. 1, p. 012120). IOP Publishing.








68 views0 comments

Comentários


bottom of page