Oleh: Alexander Azarya
Yaman merupakan suatu negara republik dengan sistem pemerintahan parlementer presidensil dan bentuk pemerintahan otoritarian serta merupakan wilayah terluas ke dua di Semenanjung Arab. Yaman berbatasan langsung dengan Arab Saudi di sebelah utara, Laut Merah di sebelah barat, Laut Arab serta Teluk Aden, dan Oman di sebelah timur dan timur lautnya. Awal mula terjadinya perang sipil di Yaman ini bermula pada tahun 2011 dimana adanya pemberontakan untuk menggulingkan pemerintahan presiden Ali Abdullah Saleh sehingga pemerintahan Yaman dilanjutkan oleh wakil presidennya yaitu Abdu Rabbu Mansour Hadi. Naiknya Hadi sebagai Presiden Yaman memperburuk situasi politik pada saat itu karena gagal merangkul berbagai golongan elite politik di Yaman hingga kaum revolusioner seperti kelompok Houthi. Melihat kondisi politik Yaman makin memburuk, pada tahun 2014, kelompok Houthi mulai memberontak dan mengambil alih beberapa wilayah di bagian Utara Yaman. Jatuhnya Ibukota Yaman Sana’a ke kelompok Houthi membuat Presiden Hadi melarikan diri ke kota Aden (Selatan Yaman) yang kemudian membuat Presiden Hadi melarikan diri ke Riyadh untuk meminta bantuan kepada Arab Saudi. Permohonan ini kemudian direalisasikan oleh Arab Saudi melalui kebijakan intervensi militernya dengan alasan pengetatan stabilitas keamanan nasional terutama kelompok Houthi yang telah memperluas serangannya di perbatasan Yaman-Arab Saudi. Namun disisi lain, Arab Saudi juga mempunyai kepentingan nasional di Yaman karena suatu negara tidak akan melakukan intervensi dengan negara lain terutama penggunaan militer melainkan karena intensitas negaranya.
Intervensi militer Arab Saudi dimulai pada 25-26 Maret 2015 melalui The Decisive Strom
Coalition untuk memerangi dan mencegah perluasaan penguasaan oleh kelompok Houthi. Dalam melaksanakan operasi tersebut, Arab Saudi mengerahkan 150.000 pasukan tentara militer, 100 jet tempur dan unit angkatan laut di Yaman setelah Presiden Hadi melayangkan permohonan bantuan sekutu negara-negara Teluk untuk membantu melawan pemberontak Houthi di Yaman, yang terus melakukan penyerangan serta penguasaan wilayah dan mulai menuju ke kota-kota di Yaman Selatan, khsusnya Aden yang merupakan basis pangkalan Presiden Hadi dan bermaksud melakukan kudeta. Intervensi yang dilakukan Arab Saudi dalam perang sipil Yaman bertujuan untuk menjaga keamanan Arab Saudi itu sendiri karena Yaman dianggap sebagai “halaman belakang” Arab Saudi. Selain itu titik terlemah keamanan pertahanan berada di semenanjung Arab yang dapat ditembus dan dimanipulasi oleh Teheran. Menurut Arab Saudi, kelompok Houthi dianggap sebagai tangan kanan Iran karena Houthi dapat mewujudkan yang Iran inginkan di seluruh dunia Arab yaitu pembinaan aktor bersenjata non-negara dan non-Sunni yang dapat menekan musuh-musuh Iran baik secara politik maupun militer yang berakibat kepada ancaman terhadap pertahanan Arab Saudi. Oleh karena itu, Arab Saudi melakukan intervensi militernya di Yaman untuk dapat menghalangi Iran melalui kelompok Houthi. Alasan penting lainnya mengapa Arab Saudi tertarik pada Yaman adalah akses Sanaa ke selat Bab el-Mandeb yang menghubungkan Laut Merah ke Samudra Hindia dan merupakan gerbang utama Arab Saudi untuk mengekspor minyak. Peran Arab Saudi menjadi hambatan yang kuat untuk peran Iran dan hambatan utama bagi upayanya untuk memperluas pengaruhnya di Yaman, yang bagi Arab Saudi merupakan area vital dan dianggap sebagai kedalaman strategisnya.
REFERENSI
Critical Threats. 2024. Yemen Location. Diakses dari https://www.criticalthreats.org/locations/yemen pada 19 April 2024.
DW News. 2016. “Why is Saudi Arabia Interested in Yemen?”. Diakses dari https://www.dw.com/en/why-is-saudi-arabia-interested-in-yemen/a-36000785 pada 19 April 2024.
Saudi Ministry of Foreign Affairs.2017. “Saudi Arabia and the Yemen Conflict”. Diakses darihttps://www.saudiembassy.net/sites/default/files/WhitePaper_Yemen_April2017_0.pdf pada 19 April 2024.
Rugh, W. A., 2015. “Problems in Yemen, Domestic and Foreign”, Middle East Policy, 22(4): 140-152.
Kommentit