top of page

INTERNET SUDAH MATI SEMBILAN TAHUN YANG LALU

  • Writer: KSM Defensia UPN Veteran Yogyakarta
    KSM Defensia UPN Veteran Yogyakarta
  • 4 days ago
  • 3 min read



Oleh: Hervito Isanka Ardi


Dead Internet Theory atau disingkat DIT pertama kali muncul di forum Agora Road sekitar tahun 2021, diposting oleh pengguna anonim dengan nama "Illuminati Pirate." Dalam tulisannya, ia mengklaim bahwa sejak sekitar 2016–2017, konten yang mendominasi internet bukan lagi dibuat oleh manusia, melainkan oleh sistem kecerdasan buatan (AI) dan jaringan bot otomatis. Menurutnya, interaksi manusia perlahan telah digantikan oleh entitas buatan yang diciptakan untuk tujuan manipulatif, baik oleh korporasi besar, agensi intelijen, maupun jaringan iklan​.

Secara garis besar, DIT menyampaikan tiga klaim utama:

  1. Sebagian besar konten internet saat ini dibuat oleh AI, bukan manusia.

  2. Interaksi digital didominasi oleh bot yang menyamar sebagai pengguna biasa.

  3. Platform digital besar secara aktif mendorong interaksi palsu untuk memaksimalkan waktu tayang dan pendapatan iklan.

Meski terkesan konspiratif, klaim DIT tidak muncul tanpa dasar. Data dari Imperva (2022) menunjukkan bahwa 47,4% dari semua trafik internet berasal dari bot, naik signifikan dari 35% pada tahun 2013. Bahkan pada 2016, laporan mereka mencatat bahwa lebih dari separuh trafik internet bukan berasal dari manusia​. Studi dari Qamar et al. (2024) dalam Pakistan Journal of Engineering Technology and Science memperkuat klaim ini. Mereka menunjukkan bahwa model AI generatif seperti GPT-3 dan GPT-4 secara aktif digunakan untuk menghasilkan konten berita, ulasan produk, komentar media sosial, dan bahkan interaksi percakapan yang tampak alami. Mereka memperkirakan bahwa dalam waktu dekat, 99,9% media digital dapat dihasilkan oleh AI jika tren ini tidak dihentikan​.

Sementara itu, di platform seperti Twitter, keberadaan bot sudah menjadi isu umum. Penelitian oleh Emilio Ferrara menunjukkan bahwa bot dapat memengaruhi opini publik, menyebar disinformasi, bahkan membentuk tren palsu. Mereka bisa berpura-pura menjadi pendukung politik, akun penggemar selebritas, atau bahkan “orang biasa” yang mengeluh soal produk tertentu​.

Di media sosial, algoritma bekerja dengan sangat agresif. Tujuannya sederhana: membuat pengguna terus menggulir layar. Untuk itu, AI digunakan tidak hanya untuk memilih konten yang akan ditampilkan, tetapi juga untuk menciptakan konten itu sendiri—menggunakan bot, sistem engagement farming, dan model prediktif yang meniru perilaku manusia.

Dalam dunia pariwisata, efek DIT semakin nyata. Menurut studi dari Özgürel et al. (2025), wisatawan kini menghadapi risiko besar ketika membuat keputusan berdasarkan review dan testimoni online. Ulasan palsu yang ditulis oleh AI dapat menciptakan persepsi yang menyesatkan, membuat seseorang memilih destinasi yang tidak sesuai ekspektasi. Lebih buruk lagi, algoritma pencarian dan rekomendasi dapat menyembunyikan informasi yang autentik demi konten yang lebih “clickable”​.

Salah satu aspek paling meresahkan dari DIT adalah pergeseran makna eksistensi digital. Jika sebagian besar konten dibuat oleh AI dan bot, dan manusia hanya berperan sebagai konsumen pasif, maka internet bukan lagi ruang diskusi atau ekspresi, melainkan simulasi dari dunia yang ingin kita percayai ada. Kita tidak hanya menghadapi banjir informasi, tetapi juga banjir “hal palsu” di mana yang palsu tampak lebih meyakinkan, lebih menarik, dan lebih "viral" dibanding yang nyata. Ini mengikis fondasi kepercayaan, memperlemah kemampuan berpikir kritis, dan memunculkan apatisme digital: kondisi di mana pengguna merasa tidak lagi bisa membedakan mana yang asli, mana yang rekayasa.

Kita masih hidup dalam jaringan, tetapi bukan lagi untuk terhubung. Internet hari ini bisa jadi masih hidup secara infrastruktur, tapi secara sosial ia mulai mati. Apakah kita masih berbicara dengan manusia? Manakah keputusan yang dibuat oleh manusia? Pertanyaan inilah yang akan kian relevan di tiap tahun mendatang. Bahkan dalam essai ini, seberapa banyak kalimat yang Anda percaya dibuat oleh manusia?



Referensi:

Ahmed, A., Qamar, R., Asif, R., Imran, M., Khurram, M., & Ahmed, S. (2024). The Dead Internet Theory: Investigating the Rise of AI-Generated Content and Bot Dominance in Cyberspace. Pakistan Journal of Engineering Technology and Science, 12(1), 37–48. https://doi.org/10.22555/pjets.v12i1.1077

Muzumdar, P., Cheemalapati, S., Ramireddy, S. R., Singh, K., Kurian, G., & Muley, A. (2025). The Dead Internet Theory: A Survey on Artificial Interactions and the Future of Social Media. Asian Journal of Research in Computer Science, 18(1), 67–73. https://doi.org/10.9734/ajrcos/2025/v18i1549

Özgürel, G., Özsezgin, İ., Ünal, A., & Çilesiz, E. (2025). Dead Internet Theory in Theoretical Framework and Its Possible Effects on Tourism. SDGsReview, 5, e04327. https://doi.org/10.47172/2965-730X.SDGsReview.v5.n01.pe04327

Ferrara, E., Varol, O., Davis, C., Menczer, F., & Flammini, A. (2016). The Rise of Social Bots. Communications of the ACM, 59(7), 96–104. https://doi.org/10.1145/2818717

Imperva. (2022). Bad Bot Report 2022: The Rise of Advanced Persistent Bots. Retrieved from https://www.imperva.com/resources/reports/2022-Imperva-Bad-Bot-Report.pdf



Comentários


bottom of page