top of page
Writer's pictureKSM Defensia UPN Veteran Yogyakarta

Hacker Bjorka : Lemahnya Cyber Security di Indonesia?

Oleh : Azzahra Putri Lintang M.


Pada bulan September yang lalu, Indonesia dihebohkan dengan kemunculan hacker Bjorka. Bjorka membuat kegaduhan setelah meretas data pribadi jutaan warga negara Indonesia dan diunggah ke media sosial. Pada awalnya, ia menggunakan akun media sosial twitter untuk menyebarkan berbagai data sensitif. Akibatnya, akun twitter miliknya di suspend oleh pihak twitter karena dianggap melanggar peraturan. Tidak lama setelah itu, Ia kembali dengan akun telegram untuk melanjutkan aksinya.


Dalam aksinya, Ia membocorkan 105 juta data kependudukan dari Komisi Pemilihan Umum dan dijual di forum online “Breached Forums”. Data rahasia mengenai surat-surat dari Badan Intelijen Negara untuk Presiden Jokowi juga diunggah oleh hacker bjorka. Tidak sampai disitu, data pribadi pejabat seperti Erick Thohir, Mahfud MD, Anies Baswedan, hingga Johnny G Plate turut bocor dan dan diumumkan ke publik. Data pribadi tersebut terkait Nomor Induk Kependudukan, Nomor Kartu Keluarga, nomor telepon, alamat, hingga status vaksin. Tidak hanya menyebarkan data pribadi, hacker bjorka juga mengungkap dalang dibalik pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib. Ia menyebut bahwa Ketua Umum Partai Berkarya, Muhdi Purwopranjono adalah otak dibalik pembunuhan Munir. Berbagai respon muncul akibat aksi bjorka tersebut. Beberapa pihak menyebut bahwa bjorka penuh dengan kejanggalan dan memiliki kepentingan lain selain membocorkan data. Namun banyak masyarakat menganggap hal tersebut menarik dan mendukung aksi bjorka.


Respon masyarakat terhadap aksi hacker bjorka dapat dikatakan cukup beragam. Menurut data dari Cakradata, sebanyak 40,05% masyarakat merespon positif, 28,88% merespon dengan sentimen negatif, dan 31,07% bersikap netral. Data tersebut diambil dari 230.972 percakapan publik melalui media sosial twitter. Dari data tersebut terlihat bahwa mayoritas masyarakat memiliki sentimen positif dalam menanggapi hacker bjorka. Respon positif masyarakat tersebut dilatarbelakangi oleh kekecewaan masyarakat atas lemahnya cyber security di Indonesia. Kasus hacker bjorka bukan kasus pertama kebocoran data besar yang terjadi di Indonesia. Pada bulan Agustus, jutaan data pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN) bocor secara online. Di tahun 2020, data pelanggan e-commerce tokopedia juga diperjualbelikan secara online. Banyaknya kasus kebocoran data tentu membuat masyarakat khawatir. Banyak masyarakat yang mempertanyakan kinerja pemerintah mengenai kebijakan perlindungan data pribadi.


Pengaturan mengenai pertahanan siber di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Banyaknya kasus kebocoran data, hacking, dan kejahatan elektonik lainnya menandakan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut belum mampu melindungi data pribadi masyarakat. Jika dibiarkan terus menerus, akan menimbulkan banyak kerugian dan permasalahan yang serius bagi masyakat maupun negara.

Setelah melewati pembahasan yang panjang, pemerintah Indonesia akhinya mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). UU PDP disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada tanggal 20 September yang lalu. UU ini diharapkan menjadi awal yang baik untuk menyelesaikan permasalahan rentannya kebocoran data di Indonesia. Dalam UU tersebut, akan memuat poin penting mengenai pengaturan sanksi bagi pengumpul, pembocor, dan pengguna data pribadi secara ilegal. Selain itu, bagi korporasi yang lalai dalam menjaga data pribadi akan terkena pidana denda yang besar. UU tersebut juga mengatur hak kepada masyarakat untuk menarik dan menghapus data pribadinya. Untuk memperkuat cyber security di Indonesia, terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan pemerintah. Selain melalui penguatan dalam undang-undang, pemerintah juga harus memberi sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya keamanan siber. Masih banyak masyarakat yang belum menyadari bahaya dari adanya kebocoran data. Selain itu, pemerintah juga dapat meningkatkan sumberdaya manusia yang ahli dalam bidang cyber security. Pemerintah harus mulai mencari dan membekali generasi muda yang tertarik dalam bidang teknologi. Kekuatan SDM diperlukan untuk memperkuat pertahanan siber di Indonesia. Terakhir, pemerintah diharapkan dapat bersikap bijak dalam menunjuk seseorang yang akan memimpin badan negara dalam bidang teknologi informasi. Hal ini penting karena dibutuhkan pemimpin yang melek teknologi di era serba digital ini.




DAFTAR PUSTAKA


Chen, E. (2022). As Cyber Threats Grow, Indonesia’s Data Protection Efforts Are Falling Short. The Diplomat. Diakses pada 5 October 2022, melalui https://thediplomat.com/2022/06/as-cyber-threats-grow-indonesias-data-protection-efforts-are-falling-short/


Crispin, S. W. (2022). Why cyber hackers have such big eyes for Indonesia. Asia Times. Diakses pada 4 October 2022, melalui https://asiatimes.com/2022/09/why-cyber-hackers-have-eyes-for-indonesia/


CNN Indonesia. (2022). Kapan UU PDP Mulai Berlaku?. Diakses pada 5 October 2022, melalui https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220923102552-192-851626/kapan-uu-pdp-mulai-berlaku


Kominfo. (2022). Kebijakan Keamanan dan Pertahanan Siber. Ditjen Aptika. Diakses pada 5 October 2022, melalui https://aptika.kominfo.go.id/2016/03/kebijakan-keamanan-dan-pertahanan-siber/






7 views0 comments

Comments


bottom of page