Oleh : Ari Nisa’ul Hasanah
Coronavirus atau COVID-19 adalah virus yang beberapa bulan terakhir berhasil membuat gempar dunia. Hal tersebut karena virus ini dapat menyebar dengan cepat sekaligus belum memiliki vaksin untuk menanganinya. Penyebaran Corona ini bukan hanya menyebar di sekitar wilayah Asia saja namun juga termasuk negara-negara yang berada di Uni Eropa khususnya Spanyol.
Spanyol hingga saat ini merupakan negara dengan jumlah angka kematian akibat COVID-19 yang tergolong tinggi. Negara ini berada di urutan kedua angka korban meninggal karena kasus Corona di Uni Eropa. Wilayah terparah dari dampak tersebut adalah Madrid, tetapi Catalonia juga mengalami peningkatan jumlah kasus yang cukup cepat. Sejak diterapkannya status siaga pada 14 Maret 2020, Pemerintah Spanyol mengumumkan “state of alert” selama 15 hari kedepan. Pemerintah Spanyol mengumumkan pada 29 Maret 2020, bahwa angka kematian tertinggi dialami negara tersebut sejumlah 838 orang dalam sehari. Jumlah tersebut membuat angka kematian di negara ini menjadi 6.528 orang, dengan jumlah kasus sebelumnya sejumlah 72.248 kasus bertambah menjadi 78.797 kasus terkonfirmasi.
Spanyol, seperti negara lainnya, memberlakukan kebijakan yang membatasi pergerakan warga ke tempat-tempat umum dan hanya tinggal didalam rumah. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan perintah untuk melakukan evakuasi terhadap warga serta intervensi terhadap industri. Akan tetapi karena lonjakan pasien di Spanyol baru-baru ini, membuat Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, berencana untuk memperpanjang masa “state of alert” yang sebelumnya ditetapkan hingga 30 Maret 2020, menjadi hingga tanggal 11 April 2020.
Spanyol tercatat hingga saat ini menjadi negara dengan dampak terparah akibat dari Coronavirus salah satunya disebabkan oleh faktor demografi negara tersebut. Negara ini merupakan salah satu negara dengan angka harapan hidup yang tinggi di Eropa. Hal ini membuat Spanyol memiliki populasi lansia yang cukup besar. Populasi lansia yang sebesar seperlima dari jumlah seluruh populasi di negara ini menyebabkan korban dari coronavirus yang saling berbanding lurus. Hal ini dikarenakan lansia yang sangat rentan terhadap penyakit pandemi ini.
The Centre for Disease Prevention and Control in Europe menunjukkan bahwa dampak yang terjadi dari COVID-19 sangatlah tergantung dari tingkat persiapan suatu negara dalam menerapkan tindakan pencegahan cepat. Hal ini dikarenakan apabila peningkatan kasus ternyata terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan, dengan sumber daya manusia serta material untuk melawannya tidak dijamin, maka dampak dari COVID-19 ini akan menjadi lebih serius, terutama bagi para medis yang bergerak di garda terdepan.
Referensi:
BBC, Virus Corona: Angka Kematian di Spanyol Lampaui Cina, Tertinggi Kedua Setelah Italia, diakses dari: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-52030509 pada 29 Maret 2020.
Rory Sullivan dan Chris Baynes, Spain coronavirus death toll rises by 838 overnight in country's biggest one-day surge, 2020, diakses dari: https://www.independent.co.uk/news/ world/europe/spain-coronavirus-death-toll-cases-latest-update-a9432241.html pada 29 Maret 2020.
Rob Picheta, Spain to Extend coronavirus state of emergency as deaths soar, 2020, diakses dari: https://edition.cnn.com/2020/03/22/europe/spain-coronavirus-sunday-intl/index .html pada 29 Maret 2020.
Raphael Minder, Spain Becomes Latest Epicenter of Coronavirus After a Faltering Response, 2020, diakses dari: https://www.nytimes.com/2020/03/13/world/europe/spain- coronavirus-emergency.htmlpada 29 Maret 2020.
Alasdair Fotheringham, Coronavirus: Why are deaths rising so quickly in Spain?, 2020, diakses dari: https://www.aljazeera.com/news/2020/03/coronavirus-deaths-rising-quick ly-spain-200327181759832.html pada 29 Maret 2020.
Opmerkingen