Judul Buku : Understanding Nigerian Citizen Perspectives on Boko Haram
Author : Anneli Botha, Martin Ewi, Uyo Salifu, dan Mahdi Abdile
Penerbit : Institute for Security Studies
Tahun Terbit : 2017
Jumlah Halaman : 112 halaman.
BAB 1
Introduction (Perkenalan)
Data terakhir yang dikeluarkan oleh Global Terrorism Index pada rahun 2015 menunjukkan bahwa Jama’atul Ahlus Sunnah Lidda’awati wal Jihad atau yang sering dikenal dengan Boko Haram yang berbasis di Nigeria merupakan kelompok terorisme paling mematikan di dunia pada tahun 2014,dimana tempat kedua ditempati oleh ISIS, data tersebut juga memuat jumlah korban jiwa akibat serangan Boko Haram, yang tidak pandang bulu dari semua kalangan, baik dari semua kalangan agama, umur, bahkan ras. Tidak hanya itu, UNICEF juga melaporkan bahwa Boko Haram juga sangat memberikan dampak dan akibat buruk bagi anak-anak, terlebih di wilayah Chad, Nigeria, Niger, dan Kamerun, dimana lebih dari 60% mengungsi untuk menghindari kekejaman dari Boko Haram, karena tidak jarang anak-anak diculik kemudian dijadikan tentara anak, digunakan untuk membawa bom bunuh diri, disini artinya terlihat Boko Haram benar-benar tidak pandang bulu, sangat kejam bagi semua kalangan. Data menunjukkan dari tahun 2009 sampai 2015 jumlah korban selalu meningkat.
Pada tahun 2015 Boko Haram pernah bergabung dengan ISIS dengan pemimpin dari Boko Haram Abubakar Shekau, yang ISIS dipimpin oleh Abu Bakr al-Baghdadi, namun kedua pemimpin yang memiliki karakter yang sama-sama kuat, hingga mengakibatkan clash dan berakhir dipecatnya Shekau dari bagian organisasi tersebut, yang kemudian digantikan dengan putra Abu Musab al-Barnawi, putra dari pendiri Boko Haram, Mohammed Yusuf, dengan adanya peristiwa tersebut Shekau keluar dari ISIS dan menghidupkan kembali Boko Haram versi-nya dan jelas memiliki ideologi yang berbeda dengan ISIS. Hal tersebut menunjukkan kedua belah kelompok terorisme ini bergerak berdasarkan ideologis yang berbeda tetapi dampak yang ditimbulkan sama-sama merusak setiap sendi kehidupan, bahkan di Nigeria Boko Haram merupakan penyebab kematian paling dominan dan sangat menjadi perhatian pemerintah Nigeria.
BAB 2
Research methodology, limitations and structure (metodologi penelitian, batasan dan struktur)
Dalam buku ini terdapat dua bagian utama dalam memberikan penjelasan mengenai Boko Haram, pertama menggunakan literatur-literatur yang ada, selanjutnya menggunakan perangkat lunak khusus seperti pembicaraan-pembicaraan dalam media sosial mengenai Boko Haram dengan tujuan memahami alasan bergabung, pendapat orang-orang Nigeria bagaimana orang-orang bergabung, dan sumber dana dari Boko Haram.
Bagian kedua dengan memberikan survei kepada warga setempat dengan 34 pertanyaan yang dengan tujuannya kurang lebih sama dengan metode pertama, untuk mengetahui berbagai persepsi warga tentang Boko Haram ini, metode dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan dengan wawancara dengan kategori narasumber secara acak atau sampel yang acak agar data yang dihasilkan beragam.
Dapat dilihat berbagai macam metode yang dilakukan tersebut merupakan cara-cara untuk memahami bagaimana cara Boko Haram ini dapat berjalan, pandangan-pandangan masyarakat yang berhubungan langsung, yang kedepannya dapat ditemukan celah untuk mengatasi hal tersebut, karena penelitian tersebut percaya bahwa cara paling efektif untuk mengeliminasi kelompok seperti Boko Haram ini adalah mulai dengan memahami individu yang membentuk kelompok tersebut, dan faktor pendorong dan penarik yang menjelaskan keanggotaan mereka.
Dalam buku tersebut juga data dikumpulkan pada tahun 2015, dan baru lima bulan pemerintahan Buhari di Nigeria, jadi beberapa peristiwa berdasarkan perkembangan saat itu, dan analisis ini diharapkan sesuai dengan perkembangan terbaru dari peristiwa tersebut, dan fokus penelitian buku ini juga hanya akan fokus di Nigeria, tidak di daerah sekitar yang Boko Haram juga beroperasional, dan di bab selanjutnya akan menjelaskan mengenai temuan-temuan penelitian ini.
BAB 3
The political context as a means of understanding Boko Haram (Konteks Politik Sebagai Alat Pemahaman Boko Haram)
Bab ini menjelaskan tentang hubungan antar warga negara dan pemerintah dengan tujuan untuk mengidentifikasi sumber keluhan yang mungkin menjelaskan munculnya ekstremisme kekerasan di Nigeria, seperti yang ditunjukkan oleh kelompok Boko Haram. Munculnya ekstremisme kekerasan di Nigeria diduga akibat rusaknya jalinan kohesi sosial, terutama dalam hubungan antara negara dan masyarakat, yang seringkali mengarah pada keterasingan atau pengucilan segmen masyarakat tertentu. Munculnya kelompok-kelompok seperti Boko Haram dari perspektif bahwa jalan kekerasan dianggap sebagai jalan terakhir karena ketidakadilan yang tidak dijaga atau kegagalan menangani structural, sosial, ekonomi, atau keluhan politik. Dalam konteks ini, para sarjana seperti Anouar Boukhars menegaskan bahwa frustasi dan perasaan anti sistem yang kuat adalah dua denominator umum utama yang mendorong radikalisme politik dan agama, yang mengarah pada ekstremisme kekerasan dan terorisme. Oleh karena itu, konteks politik dan hubungan antara pemerintah dan warga negara dapat menjadi indikator kunci faktor munculnya ekstremisme kekerasan dan dampaknya terhadap masyarakat.
Lebih tepatnya bab ini berupaya mengukur tingkat partisipasi di politik di Nigeria, dan khususnya sikap warga negara Nigeria terhadap pemungutan suara. Kurangnya partisipasi politik dapat menunjukkan ketidakpuasan dan pencabutan hak politik, keadaan yang mungkin mendorong individu untuk mencari platform alternative untuk perubahan. Sistem politik itu sendiri dapat menjadi sumber radikalisasi jika dianggap tidak adil atau melakukan kekerasan struktural, dimana ketimpangan sosial ekonomi mengakar. Selain itu, terorisme juga dapat terjerat dalam retorika politik, dimana para aktor politik menggunakannya sebagai bentuk pemerasan atau untuk menjelek-jelekkan satu sama lain. Politisasi terorisme seperti itu sangat lazim dalam periode pemilu.
Boko Haram dengan tegas menolak sistem politik Nigeria yang didasarkan pada sekularisme dan demokrasi konstitusional. Boko Haram menganut ideology salafi, yang memandang demokrasi sebagai antithesis islam. Memang literature yang berkembang tentang Boko Haram menunjukkan proposisi teoritis yang berkembang bahwa marginalisasi ekonomi dan pencabutan hak pilih adalah pemicu yang mendasari Boko Haram. Dengan adanya perampasan ekonomi, seperti kemiskinan dan dislokasi ekonomi mata pencaharian yang telah mengurangi pilihan banyak pemuda Nigeria di wilayah utara secara drastis merupakan dorongan menuju ekstremisme kekerasan, perekrutan, dan dukungan untuk Boko Haram. Dengan hal ini, Boko haram dipandang sebagai hasil tak terhindarkan dari masalah yang mengakar pada Nigeria bagian utara ini.
Studi Telah Menunjukkan Bahwa Serangan Teroris Mempengaruhi Pemilu dan Hasil Pemilu
Fenomena Boko Haram di Nigeria menunjukkan bahwa hubungan antara terorisme dan pemilihan umum bisa melampaui serangan teroris atau ancaman serangan. Seperti sebelumnya kelompok ini melarang pengikutnya untuk mengikuti demokrasi ataupun kegiatan politik lainnya yang terkait dengan masyarakat barat. Pemilih secara signifikan dipengaruhi oleh terorisme, yang menunjukkan bahwa para pemilih sensitive terhadap serangan teroris. Seperti yang diucapkan Shekau dalam videonya ‘alasan mengapa saya akan membunuhmu adalah karena kamu orang yang tidak bertanggung jawab, anda mengikuti demokrasi’. Shekau juga mengklaim bahwa demokrasi lebih buruk daripada homoseksual dan menganggap mereka kafir dan akan membunuhnya. Dengan kata-kata ini tentu pemilih merasa takut dan dapat berdampak signifikan pada pola pemungutan suara dan hasil pemilu.
Untuk menguji hal ini, sumber mencari tahu apakah mereka telah memilih pada pemilu sebelumnya. Alhasil 70% responden menunjukkan bahwa mereka telah memberikan suara pada pemilu 2015. Table 1 dan gambar 2 menunjukkan bahwa responden dari utara lebih aktif secara politik daripada di selatan. Hal ini dibuktikan dari adanya 5.660 warga yang telah memilih sedangkan yang tidak memilih ada 2.353 warga. Meskipun pemilih suara lebih tinggi daripada pemilih nasional, hal ini menunjukkan partisipasi yang tinggi dan kepercayaan yang cukup besar dalam proses pemilihan.
Dalam kasus ini penulis menginterogasi lebih lanjut alasan para responden yang tidak memberikan suara dalam pemilihan tersebut. tampak dari tabel 1 bahwa ada 70% yang memilih dan 30% yang tidak memilih. Terdapat lebih banyak responden dari selatan yang tidak memilih dibandingkan utara. Kebanyakan dari mereka yang tidak memilih dari selatan tampaknya menunjukkan ciri-ciri orang yang terpinggirkan. Hal ini terbukti dengan adanya 102 responden dari Abuja dan Lagos yang tidak memilih dengan alasan merasa suara mereka tidak akan berdampak. Sedangkan di bagian utara, frustasi, keterasingan, dan pencabutan hak tampaknya menjadi alasan utama untuk tidak memilih. Hal ini dibuktikan dengan 96 responden dari Kano, Gombe, Yobe, yang tidak memilih karena merasa tidak ada satupun parpol yang mewakili pendapatnya. Adapun dengan alasan tidak punya waktu mendaftar atau pergi ke TPS terdapat 58 orang. Disusul lagi dengan alasan tidak ikut memilih karena tidak mengenal proses politik yaitu sebanyak 37 responden. Singkatnya, frustasi dalam proses politik dan pencabutan hak merupakan alasan utama bagi mereka yang tidak memilih. Secara kuantitatif, ini mewakili jumlah responden yang tidak mempercayai proses politik (46), tidak mengakui proses politik (56), tidak menganggap suara mereka akan berdampak (130), dan mereka yang merasa bahwa tidak ada partai politik mewakili kepentingan mereka (103).
Selanjutnya adapun dari alasan persepsi responden dimana responden yang beragama islam lebih cenderung tidak memilih dengan alasan tidak ada politik yang mewakili pendapatnya (36,18%) sementara dengan alasan tidak mengenali politik terdapat (24%). sedangkan Umat kristiani berpendapat bahwa suara mereka tidak akan berdampak. Responden perempuan tidak memilih dengan alasan suara mereka tidak berdampak dan tidak ada politik yang mewakili pendapatnya. Sementara responden pria berpendapat karena kurangnya kartu pemilih. Dapat disimpulkan dari sikap apatis pemilih sangat mempengaruhi keputusan mereka tidak untuk memilih.
Dampak ekstremisme kekerasan atau terorisme terhadap partisipasi politik bergantung pada tiga faktor utama, yaitu:
● Sejauh mana orang diintimidasi dan ketakutan meluas, yang memaksa orang untuk tetap berada didalam rumah, sehingga mempengaruhi hasil pemilu.
● Sejauh mana ekstremisme kekerasan atau ideologi teroris memobilisasi orang untuk memboikot pemilu atau memberikan suara dalam pola tertentu.
● Sejauh mana ekstremisme kekerasan atau serangan teroris dianggap sebagai kegagalan atau ketidakmampuan pemerintah yang dapat memobilisasi orang dan menimbulkan keinginan untuk perubahan rezim.
studi ini juga menemukan bahwa penyebab utama pencabutan hak politik adalah kemiskinan atau pengangguran: tingkat tertinggi orang yang tidak memilih ada diantara responden yang mengatakan mereka tidak bekerja (46%), dibandingkan dengan 22% diantara responden yang mengatakan mereka dipekerjakan.
Kepercayaan Pada Kepemimpinan dan Institusi Politik
Dalam kegiatan Boko Haram ini mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Hal ini penting karena memahami sifat kepercayaan dalam latar multicultural Nigeria dapat membantu menentukan kekuatan dan legitimasi lembaga pemerintahan, serta memperkuat modal sosial, yang merupakan landasan etika dan integritas negara. rasa saling percaya antara masyarakat dan pemerintahnya ada kecenderungan tinggi untuk perdamaian dan stabilitas. Sebaliknya jika kurangnya kepercayaan dapat menunjukkan ketidakpuasan pada lembaga pemerintah dan proses politik dimana beberapa ahli dianggap sebagai bukti ketidakpuasan terhadap kinerja pembuat kebijakan yang sedang menjabat. Dalam beberapa penelitian empiris bahwa semakin rendah tingkat kepercayaan kepada pemerintah maka semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya konflik, terorisme, ataupun kekerasan lainnya.
Dari 1.607 responden, 878 (55%) menyatakan percaya pada setidaknya salah satu lembaga pemerintah yang disurvei, yaitu pemerintah daerah, Majelis Nasional, Senat, serta presiden. Mereka memberi presiden tingkat kepercayaan yang jauh lebih besar daripada di lembaga lain mana pun. Sebuah studi yang dilakukan di utara oleh Office of National Security Adviser (ONSA) Nigeria menemukan bahwa 68% dari tanggapan yang valid melihat dan mengalami pemerintah secara positif, dan 98% menginginkan dukungan dari pemerintah. Responden yang mengidentifikasi diri dengan Islam adalah kelompok kedua yang paling mungkin untuk mempercayai presiden. Meskipun orang Kristen juga paling mungkin mempercayai presiden menyatakan bahwa mereka mempercayai presiden, ada juga ketidakpercayaan yang signifikan ditunjukkan kepada pemimpin dalam sub kelompok ini.
Terdapat ketidaksesuaian dalam kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, karena kepercayaan tidak merata antar lembaga. Lembaga kedua yang paling dipercaya adalah 'Tokoh Agama', yang mendapat kepercayaan tertinggi dari responden yang teridentifikasi beragama Kristen (28%). Kurangnya kepercayaan pada tiga lembaga pemerintah, sejalan dengan pemerintahan yang buruk di Nigeria telah disorot sebagai salah satu faktor penyebab bangkitnya Boko Haram. Beberapa analis telah menggambarkan Nigeria sebagai sebuah ‘negara gagal’. Andrew Walker, menegaskan bahwa kelemahan dalam institusi politik dan layanan keamanan telah menciptakan situasi politik di mana ancaman [Boko Haram] terhadap stabilitas tidak ditangani sampai kekerasan menjadi suatu kepastian. Penangkapan sejumlah tokoh politik terkemuka, termasuk Senator Mohammed Ali Ndume, dan berbagai tuduhan terhadap gubernur utara sehubungan dengan kaitan mereka dengan Boko Haram telah memberikan bukti lebih lanjut tentang ketidakpopuleran politisi Nigeria di negara yang terperosok dalam korupsi.
Perspektif Warga Nigeria Tentang Boko Haram
Pemerintahan Jonathan juga disalahkan atas krisis Boko Haram dan dianggap tidak kompeten dalam penanganannya, seperti kekurangan listrik, ekonomi menyusut, korupsi meluas, dan pengangguran. Penculikan terhadap 276 siswi sekolah dari Chibok pada bulan April 2014, yang menarik kecaman global, mengungkap ketidakmampuan pemerintah, dan memicu sentimen untuk perubahan. Jika presiden baru gagal menangani masalah sosial, ekonomi dan keamanan negara yang menyeluruh , dukungan ini dapat dengan cepat hilang.
Analisis memberikan tanggapan terhadap survei warga mendukung temuan bahwa partisipasi politik di Nigeria lebih tinggi dari yang diharapkan. Pencabutan hak dalam sistem politik bukanlah sentimen yang meluas di kalangan responden. Kekerasan struktural atau pandangan bahwa marginalisasi utara merupakan salah satu pendorong Boko Haram, hanya dapat menjelaskan sebagian penyebab dan pengemudi Boko Haram. Kepercayaan pada pemerintah sebagian besar terkonsentrasi pada presiden, dan ada ketidakpercayaan yang mendalam pada institusi federal. Hubungan antara warga negara biasa dan pasukan keamanan penting dalam menghadapi tantangan keamanan seperti ekstremisme kekerasan. Hubungan yang buruk dapat memicu untuk bergabung dengan kelompok kriminal, komunitas atau diri mereka sendiri. Kebrutalan polisi dan pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan adalah pendorong radikalisasi penyebab orang-orang tertentu beralih ke ekstremisme. Hal ini menunjukkan bahwa individu tertentu akan mengambil alih hukum karena tanggapan penegakan hukum yang tidak adil dan tidak proporsional. Dalam konteks ini, orang tampaknya menyamakan lembaga penegak hukum sama kejamnya dengan tindakan terlarang teroris.
BAB 4
Who to call when in danger? (Siapa yang dihubungi ketika berada dalam bahaya?)
Keyakinan pada pasukan keamanan
Keyakinan yang kuat pada aparat keamanan menunjukkan persetujuan masyarakat; Kepercayaan yang rendah menandakan ketidakpuasan, mengangkat isu-isu hak asasi manusia dan supremasi hukum. Rendahnya kepercayaan terhadap aparat keamanan dapat secara signifikan mengurangi peluang keberhasilan program intervensi pemerintah. Gagasan tentang unit pertahanan komunitas lebih tampak di utara dengan pembentukan kelompok yang berjaga menunjukkan nilai mereka dalam pertempuran melawan Boko Haram, khususnya Satgas Gabungan Sipil yang sangat dihormati, yang diyakini telah berperan dalam pertempuran melawan Boko Haram.
Ketidaksesuaian dalam persepsi ancaman terhadap keamanan, tampaknya menerangi perbedaan utara-selatan di Nigeria. Sejarah bentrokan yang berulang antara Muslim dan Kristen, dan arus bawah kecenderungan radikal Islam (Salafi sm) yang mengakar di Nigeria utara selama perang suci yang dipimpin oleh Usman Dan Fodio, tampaknya menunjukkan bahwa dorongan masalahnya adalah kohabitasi, bukan marginalisasi. Kekuatan radikal mungkin telah mengeksploitasi gambar-gambar sistemik, seperti kemiskinan, untuk mengobarkan perbedaan. Dengan pengecualian dari tingkat kepercayaan yang ditunjukkan pada Presiden Buhari, hasil studi menunjukkan ketidakpercayaan yang mendalam terhadap sistem politik, terutama lembaga federal. Kondisi seperti itu dapat memicu ekstremisme dan memberikan kepercayaan pada tuduhan tata kelola yang buruk dan kegagalan kepemimpinan di Nigeria. Meski presiden tidak menggagalkan janjinya untuk menumpas Boko Haram, Presiden belum bisa dikatakan telah mencapai tujuannya. Kondisi seperti itu dapat memicu ekstremisme kekerasan dan memberikan kepercayaan pada tuduhan tata kelola yang buruk dan kegagalan kepemimpinan di Nigeria. Tingkat kepercayaan dan dukungan yang tinggi kepada Buhari hanya mungkin terjadi selama ia menepati janji kampanyenya.
BAB 5
Reason for joining Boko Haram
Penelitian mengenai Terorisme dan Radikalisme di Afrika tidak bisa dilepaskan dari negara yang memiliki organisasi Terorisme seperti Boko Haram. Latar belakang seseorang memilih untuk bergabung dengan organisasi terorisme adalah karena mereka memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah dan memiliki kehidupan sosial yang buruk. Dari sebuah studi yang dilakukan oleh buku tersebut dikatakan bahwa mayoritas anggota Boko Haram bergabung dengan latar belakang ingin mendapatkan uang, alasan tersebut juga berada di daftar paling atas dalam tabel yang ditampilkan. Kemudian jika kita melihat pada tabel yang berada dibawahnya, mayoritas responden juga memilih bahwa mereka bergabung Boko Haram karena mereka adalah seorang pengangguran dan menginginkan pekerjaan. Kota-kota yang diambil sampelnya juga merupakan kota besar yang bisa dikaitkan dengan tingginya kebutuhan untuk hidup, seperti Abuja dan Lagos di selatan, serta Kono, Gambe dan Yobe di utara.
Kemudian ada juga teori yang mengatakan bahwa mereka bergabung dengan organisasi Boko Haram, mereka akan mendapatkan Kehormatan atau dapat dihargai maupun memiliki kharismatik yang disebabkan karena bergabung dengan Organisasi tersebut. Apabila mereka telah mendapatkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa mereka akan dihargai pendapatnya dan juga akan memiliki pengikut dari generasi muda yang ada dibawahnya.
Kemudian keluarga juga memiliki sebuah peran dalam menentukan apakah mereka akan bergabung atau tidak dengan Boko Haram. Dari berbagai jenis responden mereka adalah seorang lajang, hampir seribu adalah lajang dan tanpa memperhatikan status mereka. Pada tabel yang ditunjukkan juga menginformasikan perbedaan persepsi daerah tentang peran yang dimainkan oleh status keluarga dalam mempengaruhi individu untuk bergabung dengan Boko Haram. Dalam masalah ini, wilayah utara melebihi jumlah selatan di setiap kategori. Dapat ditarik bahwa di utara maupun selatan risiko perekrutan terbilang masih tinggi bagi yang belum menikah atau lajang.
Gambar 15 menunjukkan bahwa meskipun jumlah responden yang signifikan ranked madrassas pertama sebagai institusi atau lingkungan sosial di mana orang-orang diperkenalkan ke Boko Haram, tren umum diantara responden adalah bahwa orang-orang kemungkinan besar akan diperkenalkan ke Boko Haram melalui teman-teman dan pada pertemuan keagamaan. Hal ini terbukti pada 246 responden yang berpangkat teman pertama, dan 336 dan 355 yang peringkat teman kedua dan ketiga, masing-masing. Temuan utama di sini adalah bahwa Boko Haram mengeksploitasi jejaring sosial tradisional untuk Perekrutan. Tanggapan juga menunjukkan bahwa tekanan sejawat mungkin lebih berdampak pada keputusan untuk bergabung dengan Boko Haram.
Ini dikuatkan oleh studi empiris tentang ekstremisme kekerasan, yang mengkonfirmasi bahwa orang dewasa sangat rentan terhadap pendapat rekan-rekan mereka. Sebagai hasilnya, tekanan sejawat adalah salah satu faktor perekrutan paling populer untuk kelompok ekstremis kekerasan seperti Boko Haram.
Misalnya, dalam penyelidikan empiris mereka, Krueger dan Male ková, menggunakan Hizbullah dan anggota Organisasi Pembebasan Palestina sebagai studi kasus, mengamati bahwa latar belakang ekonomi dan pendidikan orang-orang yang bergabung dengan kelompok-kelompok ini adalah pertimbangan yang lebih rendah dalam hal keputusan mereka untuk berpartisipasi dalam terorisme. Ini dikuatkan oleh studi empiris lainnya , yang sampai pada kesimpulan yang sama - bahwa kemiskinan dan terorisme tidak terkait langsung. Studi yang lebih spesifik tentang Boko Haram, bagaimanapun, menyajikan pandangan yang bertentangan, dengan alasan bahwa faktor sosial-ekonomi adalah salah satu pendorong radikalisasi. Akinola mengambil pendekatan yang lebih inklusif, menjelaskan kebangkitan Boko Haram dari interaksi politik, kemiskinan, dan fundamentalisme Islam yang kompleks sambil menekankan peran katalis kemiskinan massal di Nigeria.
Bersuara dengan pandangan ini, Gheddo mengatakan, 'Kurangnya peluang telah menyebabkan banyak anak muda bergabung dengan mereka yang menawarkan revolusi atas nama «iman dalam Islam yang sebenarnya», yang datang dengan manfaat keuangan reguler. Ini dikuatkan oleh Suleiman dan , yang berpendapat bahwa tingkat tinggi 'kemiskinan, buta huruf, dan pengangguran diantara rata-rata orang Nigeria telah menciptakan arena yang sempurna untuk membiakkan militansi kekerasan di Nigeria, atau apa yang Rotberg sebut 'menu mencicipi' untuk teroris politik. Peran kemiskinan juga diterangi oleh kesaksian anggota Boko Haram tertentu, yang mengakui bahwa mereka dibayar untuk serangan yang mereka lakukan. Survei warga berusaha untuk menilai peran yang dimainkan kemiskinan dalam keputusan rakyat untuk bergabung dengan Boko Haram.
Ini dilakukan dengan membingkai pertanyaan dalam hal manfaat moneter, yang dalam konteks ini mengacu pada peristiwa atau aktivitas yang menghasilkan pendapatan yang imbalan moneter atau keuangan. Tanggapan responden di sini tampaknya bertentangan dengan temuan yang disajikan sebelumnya dalam penelitian ini di Tabel 5 dan Gambar 11, yang menunjukkan bahwa, ketika ditanya, 'Menurut Pendapat Anda mengapa orang bergabung dengan Boko Haram?' mayoritas atau 500 responden mengindikasikan bahwa orang-orang yang bergabung dengan Boko Haram melakukannya karena ingin menghasilkan uang. Penolakan adanya korelasi antara keputusan untuk bergabung Boko Haram dan status pekerjaan mereka yang bergabung, oleh lebih dari 55% dari responden, pada gambar 17 cukup unik dan berjalan bertentangan dengan temuan studi serupa. Sebagai contoh, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cleen Foundation pada tahun 2014, menemukan bahwa 72% responden mengidentifikasi pengangguran dan kemiskinan di kalangan pemuda sebagai pendorong ekstremisme kekerasan Boko Haram.
Memang ketenagakerjaan belum menjadi masalah menyeluruh dalam keputusan orang-orang yang bergabung dengan kelompok ekstremis kekerasan. Sebuah studi kecil yang dilakukan oleh Combating Terrorism Centre . 141 Gambar 17 juga menunjukkan bahwa hanya 21,34% yang percaya bahwa orang-orang dengan pekerjaan penuh waktu juga cenderung bergabung dengan Boko Haram. Temuan yang paling menarik adalah persentase rendah yang dikaitkan dengan orang-orang yang menganggur kemungkinan akan bergabung dengan Boko Haram.
Hanya 6,16% yang menganggap pengangguran cenderung bergabung dengan Boko Haram, yang mirip dengan jumlah tanggapan untuk orang-orang yang dipekerjakan paruh waktu. Kedua wilayah dalam penelitian ini berbagi pandangan ini, meskipun responden dari Abuja dan Lagos menunjukkan kecenderungan yang lebih tinggi untuk menolak pekerjaan karena memiliki pengaruh pada keputusan untuk bergabung dengan Boko Haram. Bahkan responden yang menganggur tidak percaya bahwa ISS MONOGRAPH 196 41 mereka status ketenagakerjaan membuat mereka lebih rentan terhadap perekrutan. Sebaliknya, jumlah yang signifikan, 23,36% atau 114 dari 488 responden yang menganggur, merasa bahwa orang-orang dengan pekerjaan penuh waktu lebih mungkin bergabung dengan Boko Haram.
Membandingkan hasil dari dua kelompok usia yang disurvei, mereka yang berusia 30 + lebih cenderung tidak melihat korelasi antara keputusan untuk bergabung dengan Boko Haram dan status pekerjaan individu. Hal ini terbukti pada 534 dari 856 responden dalam kategori ini, yang mengatakan status pekerjaan tidak ada hubungannya dengan keputusan orang untuk bergabung dengan Boko Haram. Ketika persepsi responden yang menganggur dibandingkan dengan mereka yang dipekerjakan pada saat survei, responden yang dipekerjakan secara signifikan lebih mungkin percaya bahwa pengangguran tidak ada hubungannya dengan keputusan untuk bergabung dengan Boko Haram daripada responden yang menganggur . Tinjauan literatur mendukung gagasan bahwa orang-orang berusia antara 15 dan 30, yang masih berusaha untuk menetapkan identitas mereka sendiri, dianggap khususnya rentan.
Survei terbaru oleh Vanguard Media Nigeria menemukan bahwa kaum muda dengan pendidikan yang buruk, terutama mereka yang berasal dari keluarga yang sangat miskin, atau dengan sedikit pendidikan atau mereka yang telah dipisahkan dari orang tua mereka baik karena faktor kematian atau sosial, mudah terpikat ke dalam kelompok dengan penawaran keuangan atau indoktrinasi. Sangat menarik bahwa persepsi keseluruhan diantara responden sesuai dengan studi, yang tidak menemukan korelasi antara keadaan ekonomi dan kerentanan radikalisasi. Anggota yang kami ajak bicara berasal dari latar belakang yang beragam. Beberapa memiliki pekerjaan, dan yang lain tidak.
Meskipun demikian, beberapa tanggapan yang diberikan oleh responden dari utara dan oleh mereka yang berusia antara 18 dan 29 tahun menyarankan pandangan bahwa ada hubungan Antara pengangguran dan kerentanan seseorang terhadap radikalisasi. Menerima dalil bahwa kemiskinan menyebabkan terorisme dapat memberikan persepsi yang salah bahwa orang miskin adalah teroris potensial dan bahwa menghilangkan kemiskinan dapat menghilangkan terorisme. Survei ini menemukan bahwa mayoritas responden percaya bahwa kemiskinan atau alasan keuangan merupakan faktor kunci yang memotivasi orang untuk bergabung dengan Boko Haram. Temuan ini mengingatkan pada literatur tentang Boko Haram, seperti yang dibahas di atas.
Seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan telah dipandang sebagai salah satu pendorong radikalisasi dan perekrutan ke dalam kelompok teroris, menimbulkan pertanyaan apakah orang-orang yang tidak berpendidikan lebih rentan terhadap perekrutan teroris.
Literatur tampaknya mendukung gagasan bahwa orang-orang yang tidak berpendidikan atau mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah lebih percaya dan mudah dipengaruhi oleh orang lain, dan karena itu lebih mungkin dimanipulasi oleh kelompok ekstremis.
Mereka yang tidak memiliki pendidikan di masyarakat membentuk rekrutmen yang siap dan bersedia, para pengangguran dan penjahat yang melakukan vandalisme dan terorisme yang cukup besar pada warga yang tidak bersalah seperti dalam kasus prevalensi Boko Haram di timur laut, di mana beberapa pemuda yang terlibat dalam Praktik Almajri [sistem sekolah Islam di Nigeria] alih-alih sekolah sehingga membuat mereka tersedia untuk direkrut ke Boko Pemberontak Haram.148 Ini digaungkan oleh Onuoha, yang, menggambar dari hasil studi pemetaan di enam negara bagian di Nigeria utara, menemukan bahwa ketidaktahuan ajaran agama yang disebabkan oleh sedikit atau kurangnya pendidikan adalah 'faktor utama yang mempengaruhi adopsi pandangan agama yang ekstrim, terutama di kalangan pemuda.Oleh karena itu menarik untuk melihat apakah, pada kenyataannya, warga biasa di Nigeria berbagi perspektif ini.
Pendidikan adalah pedang bermata dua yang digunakan oleh ekstremis dan untuk CVE. Dirumuskan atau dilakukan secara tidak benar, pendidikan dapat mengindoktrinasi dan mengembangkan takut orang lain, serta memperkuat sikap yang cenderung orang untuk menerima pemahaman monokrom dunia. Namun, jika disiapkan dan dipimpin dengan benar, pendidikan dapat menanamkan kepada kaum muda kemampuan untuk menilai, terlibat, dan ide-ide ekstremis.
Seperti yang disarankan oleh dikotomi pada Angka 18 dan 19, orang-orang yang berpendidikan dan tidak berpendidikan cenderung bergabung dengan Boko Haram. Poin ini ditekankan oleh Danjibo, yang berpendapat bahwa pada tahap awal perekrutan kelompok pada tahun 2004, 'siswa, terutama di lembaga tersier di Borno dan Yobe menyatakan seperti Universitas Maiduguri, Politeknik Ramat Maiduguri, Politeknik Federal Damaturu dan lainnya yang merupakan anggota mereka mengundurkan diri dari sekolah, merobek sertifikat mereka dan bergabung dengan kelompok untuk pelajaran dan khutbah Al-Qur'an. Diantara mereka yang bergabung dengan kelompok itu adalah guru , insinyur, ahli kimia, dokter medis dan wartawan, dan bahkan polisi dan perwira militer. Ini berarti bahwa kurangnya pendidikan mungkin telah memainkan peran dalam perekrutan beberapa anggota tetapi tentu saja bukan faktor utama atau menentukan yang umumnya mempengaruhi orang-orang yang bergabung dengan Boko Haram. Perbedaan signifikan tidak diamati sehubungan dengan jenis kelamin dan agama. Untuk laki-laki responden, tingkat pendidikan seseorang cenderung tidak mempengaruhi keputusannya untuk bergabung dengan Boko Haram , sedangkan 37,95%, atau 307 diantaranya, percaya bahwa seseorang yang tidak pernah bersekolah lebih mungkin bergabung daripada seseorang dengan gelar pascasarjana . Responden perempuan menunjukkan kecenderungan yang jauh lebih tinggi untuk melihat korelasi antara tingkat pendidikan seseorang dan kerentanan terhadap perekrutan Boko Haram. Hal ini terbukti pada 45,36%, atau 358 dari 789 responden, yang menyatakan bahwa seseorang yang tidak pernah bersekolah lebih mungkin bergabung dengan kelompok teroris, sedangkan hanya 39,10%, atau 308 responden, berpandangan bahwa tidak ada korelasi.
Agama adalah inti dari wacana Boko Haram, terutama karena identifikasi utama dengan Islam radikal, bahkan jika praktik dan ajarannya dianggap tidak konsisten dengan ajaran Islam.
Mengingat bahwa pemberontakan ini sering diyakini sebagai versi terbaru dari berbahaya Nigeria sejarah kebangkitan Islam diselingi oleh pemberontakan Maitatsine 155 dan terputus-sebentar
Bentrokan Muslim-Kristen, masalah agama sangat penting bagi penelitian ini. Masyarakat Nigeria yang sangat religius, ketegangan antara Muslim dan Kristen, dan rapprochement agama parsial yang telah terjadi menciptakan pengaturan yang kompleks dalam masyarakat Nigeria. Pada saat yang sama, pertanyaan tentang peran agama dalam mempromosikan ideologi radikal dan kekerasan menjadi pusat perdebatan terorisme di seluruh dunia.
Untuk menyelidiki peran agama, responden survei warga ditanya, 'Menurut Anda seberapa besar pengaruh agama terhadap keputusan seseorang untuk bergabung dengan Boko Haram?' Menariknya, survei warga menemukan bahwa mayoritas responden percaya bahwa agama memiliki sedikit atau tidak ada pengaruh pada keputusan orang untuk bergabung dengan Boko Haram. Ketika responden ditanya, 'Menurut Pendapat Anda, seberapa besar pengaruh agama terhadap keputusan seseorang untuk bergabung dengan Boko Haram?', 35,7% mengatakan mereka percaya bahwa agama memiliki pengaruh yang kuat, sementara 10,1% menganggapnya sebagai satu-satunya pengaruh dalam keputusan seseorang untuk bergabung dengan Boko Haram.
BAB 6
The security environment fueling Boko Haram in Nigeria
Ketidakamanan telah merusak sejarah Nigeria dan menjadi salah satu yang tidak menguntungkan konsekuensi dari kompleksitas dan keanekaragaman negara yang tidak dikelola dengan baik. Keamanan lingkungan di Nigeria telah ditandai dengan kudeta militer, bentrokan antara Kristen dan Muslim, konflik etnis, perang saudara, pemujaan, bentrokan antara penggembala dan petani, pemberontakan, dan terorisme - semuanya mengancam akan menghancurkan negara terpisah, mengembalikannya ke status sebelum 1914, ketika utara dan selatan digabungkan membentuk negara modern Nigeria. Seperti kebanyakan kelompok teroris, Boko Haram tidak keluar dari ruang hampa. Ini adalah bagian dari dinamika desain struktural negara bagian Nigeria. Menurut Niels Kastfelt, itu akar sejarah radikalisasi agama dapat ditemukan di Nigeria tahun 1950-an dengan munculnya kedaerahan konstitusional, dan politik berbasis etnis dan agama. Narasi umum tentang Boko Haram menunjuk pada presedensi sejarah, faktor sosial ekonomi dan politik yang mendasari, terutama ketimpangan, serta sifat antar etnis dan hubungan antar-agama di Nigeria.174 Ini adalah faktor-faktor yang sama yang telah digunakan untuk menjelaskan penyebab konflik lain dan tantangan keamanan di Nigeria. Namun, sejauh mana kita mengetahui bahwa faktor-faktor ini memang merupakan arus bawah Krisis Boko Haram? Nigeria bukan satu-satunya negara dengan ketidaksetaraan, dan tentunya bukan hanya satu dengan pengangguran kaum muda yang tinggi atau dengan Muslim dan Kristen yang tinggal bersama. Lalu, mengapa rasa tidak aman begitu endemik di masyarakat Nigeria, dan bukan di negara serupa? Beberapa cendekiawan terkemuka, termasuk almarhum Chinua Achebe, telah melihat tantangan keamanan, seperti masalah Nigeria lainnya, semata-mata sebagai kegagalan kepemimpinan. Menurut Achebe, Masalah dengan Nigeria, sebenarnya adalah kegagalan kepemimpinan. Pada dasarnya tidak ada yang salah dengan karakter Nigeria. Tidak ada yang salah dengan tanah atau iklim Nigeria atau air atau udara atau apapun. Masalah Nigeria adalah keengganan atau ketidakmampuan para pemimpinnya untuk memikul tanggung jawab, atau tantangan teladan pribadi, yang merupakan ciri khas kepemimpinan sejati.
BAB 7
How Boko Haram is financed
Dalam bab 7 ini, membahas tentang bagaimana Boko Haram didanai. Aset keuangan merupakan jalur kehidupan bagi setiap kelompok teroris. Tanpa dana tersebut kemampuan mereka untuk merekrut, merencanakan, dan melaksanakan operasi sangat terbatas. Indeks terorisme global tahun 2016 menyatakan bahwa Boko Haram memiliki pendapatan tahunan sebesar US$25 juta yang berasal dari beberapa sumber. Menurut Steve Barber, sumber ini termasuk sumber yang sah dan tidak sah. Sumber yang sah termasuk ke dalamnya pemerintah yang simpatik seperti Arab Saudi dan Iran, Organisasi amal Islam, bisnis yang sah yang mengeksploitasi pasar keuangan, pencucian uang, dan lain-lain. Sumber yang tidak sah termasuk kegiatan kriminal seperti pemerasan, penyelundupan, penculikan, perdagangan senjata dan narkotika, dan lain-lain.
Aspek pendanaan Boko Haram merupakan hal yang paling kurang diteliti. Hal ini disebabkan karena sulitnya mendapatkan data empiris mengenai kelompok tersebut. Pada Februari tahun 2014, sumber intelijen Amerika Serikat mengatakan bahwa Boko Haram sangat kaya. Kekayaan Boko Haram diperkirakan mencapai US$70 juta (11 miliar naira), diakumulasikan antara tahun 2006 sampai 2011. Hal ini menjadikan Boko Haram sebagai kelompok teroris terkaya ketujuh di dunia. Beberapa analis mengatakan bahwa Boko Haram menggunakan penipuan internet atau yang biasa disebut dengan “Nigerian 419 scam” melalui anggota diaspora Nigeria di Eropa untuk mendanai kegiatannya. Meskipun tidak ada bukti empiris yang mendukung hal ini, beberapa laporan telah menyatakan bahwa beberapa korban dari penipuan ini telah membayar sejumlah antara US$7.300 dan US$57.000 kepada pencucian uang dan perekrut Boko Haram.
Studi ini mencoba untuk memahami sarana pendanaan kelompok melalui perspektif warga biasa dan dengan menganalisis percakapan di media sosial mengenai sumber pendanaan Boko Haram. Analisis media sosial dan survei warga memberikan data penting tentang pendapat populer tentang sumber pendanaan Boko Haram. Masalah pendanaan ini menarik sekitar 47.205 posting percakapan di Nigeria antara tahun 2009 sampai 2015.
Apa kata media sosial tentang pendanaan Boko Haram.
Menurut postingan di media sosial, sejumlah orang Nigeria (sekitar 30% atau 14.162 dari 47.205 posting) percaya bahwa pemerintah Nigeria memberikan dana kepada Boko Haram. Hal ini sangat sesuai dengan ketidakpercayaan yang ditunjukkan oleh pemerintah dan politisi Nigeria. Sejumlah besar responden (16%) percaya bahwa pemerintah Borno memberikan dana kepada Boko Haram. Hal ini juga sesuai dengan literatur yang ada, yang menunjukkan bahwa beberapa negara bagian di Utara termasuk Borno, Kano dan Bauchi telah memberi jalan keluar bagi Boko Haram dengan membiayai para militant dengan imbalan keamanan dan perlindungan.
Temuan penting lainnya dari survei di media sosial adalah 14% dari responden percaya bahwa Boko Haram didanai melalui bank dan penjara. Gagasan pendanaan dari bank mendapatkan perhatian di media sosial Nigeria pada tahun 2014, ketika seorang negosiator Australia yang bernama Stephen Davis, menuduh bahwa orang-orang kaya Nigeria telah menyedot sejumlah besar uang untuk mendanai kegiatan Boko Haram. Menurut Davis, para pemodal ini menciptakan jaringan yang kuat yang membantu mereka mengirimkan dana yang besar melalui Bank Sentral Nigeria ke agen di Mesir untuk pembelian senjata, seragam militer dan kendaraan untuk Boko Haram. Meskipun Bank Sentral Nigeria mengecam tuduhan ini dan menyangkal keterlibatannya, namun mereka menggalang dana untuk mencari sumber pendanaan Boko Haram.
Menurut percakapan di media sosial Nigeria terdapat beberapa pendapat mengenai sumber pendanaan Boko Haram, yaitu Orang Nigeria yang kaya sekitar 8% (3.776 postingan), Pemerintah Nigeria sekitar 29% (14.162 postingan), Pemimpin Negara Bagian Borno sekitar 16% (7.553 postingan), Bank dan penjara sekitar 14% (6.609 postingan), Minyak sekitar 9% (4.248 postingan), Penculikan sekitar 7% (3.304 ppstingan), Barat sekitar 9% (4.248 postingan), Kelompok teror lainnya sekitar 8% (3.776 postingan). Berdasarkan hasil survei tersebut dapat dilihat bahwa banyak orang yang menganggap pemerintah Nigeria sebagai sumber utama pendanaan Boko Haram. Secara keseluruhan, politisi dan pemerintah bertanggung jawab 45% dari dana Boko Haram, yang dua kali lipat lebih besar daripada keiahatan criminal kelompok, seperti perampokan bersenjata dan penculikan.
Temuan survei warga tentang sumber pendanaan Boko Haram
Dalam survei warga para responden diberikan pertanyaan seperti, “Menurut anda, apa sumber pendanaan Boko Haram?” lalu para responden diminta memberi peringkat pada skala 1 sampai 3 (1 paling mungkin dan 3 paling kecil kemungkinannya). Dari 1.607 responden, 729 (45,36%) menempatkan politisi sebagai sumber utama pendanaan Boko Haram. Sebanyak 236 (15,56%) responden menilai bahwa kelompok teroris lain juga dianggap sebagai sumber utama pendanaan Boko Haram, dan tambahan 372 (28,27%) dan 206 (23,33%) responden yang menempatkan masing-masing sebagai sumber pendanaan kedua dan ketiga.
Peredaran narkoba dan perampokan bersenjata juga dianggap sebagai sumber pendanaan yang signifikan untuk kelompok islamis, dengan 183 (11,39%) dan 189 (11,76%) responden menempatkan mereka sebagai sumber pendanaan teratas. Ada juga persepsi yang menyatakan bahwa penyelundupan senjata merupakan sarana pendanaan untuk Boko Haram (dipilih oleh hampir 9 responden). Peran bisnis swasta dalam mendanai kelompok teror ternyata tidak signifikan. Memang, total 337 (20,97%) dari 1.607 responden peringkat pertama (102) atau kedua (245) atau ketiga (80).
Anehnya, penculikan untuk tebusan (KFR) yang merupakan 7% dari dana Boko Haram, menurut bagian penelitian media sosial dari studi ini, digolongkan sebagai sumber pendanaan yang tidak signifikan dalam survei warga. Hal ini bertentangan dengan tinjauan Pustaka yang menunjukkan bahwa penculikan merupakan sumber pendanaan yang berkembang untuk Boko Haram. Pembayaran uang tebusan telah menjadi sumber utama pendanaan bagi kelompok teroris seperti al-Qaeda.
Namun, Boko Haram awalnya menghindari praktik KFR sampai kelompok tersebut berpisah dengan Ansaru pada tahun 2912. Sejak saat itu, Boko Haram telah menculik antara 2000 sampai 5000 orang yang kebanyakan anak-anak dan wanita. Penculikan ini telah digunakan untuk berbagai tujuan seperti, eksploitasi seksual kawin paksa, perbudakan dan perdagangan manusia (yang juga memberikan pendapatan melalui perdagangan budak). Hal ini juga menjadi sumber pendanaan yang berkembang untuk kelompok. Berbagai KFR yang beroperasi di Nigeria dan Kamerun telah menghasilkan pendapatan yang besar bagi Boko Haram.
Survei terhadap warga menunjukkan jenis perbedaan yang serupa antara responden yang ditemukan di postingan media sosial. Persepsi bahwa politisi merupakan sumber utama pendanaan Boko Haram terkuat diantara responden dari Abuja dan Lagos, dimana hampir 53% dari 675 responden mendukung persepsi ini. responden perempuan juga cenderung melihat politisi sebagai pendukung Boko Haram. Responden dari Abuja dan Lagos lebih cenderung menyalahkan kelompok teroris lain karena mendanai Boko Haram (20%), sebuah persepsi yang didukung oleh 15% perempuan. Persepsi ini juga umum diantara responden yang berusia lebih dari 30 tahun (16,24%), sedangkan responden yang lebih muda lebih cenderung menganggap bahwa perampokan bersenjata dan peredaran narkoba sebagai sumber utama pendanaan Boko Haram.
Politisi: pelindung atau pemodal?
Dugaan politisi yang mendukung dan mendanai Boko Haram bukanlah hal baru. Formasi Boko Haram pun terperosok dalam intrik politik. Mohammed Yusuf, pendiri kelompok yang diakui, merupakan seorang ulama dan politisi. Yusuf bertugas di Pemerintah Negara Bagian Borno sebagai anggota Komite Pelaksana Hukum Syariah yang dibuat pada Februari 2001, dimana ia membuat banyak sekutu politik yang kuat, termasuk gubernur dan politisi lokal dan federal, yang kemudian mendukung Boko Haram.
Terdapat persepsi yang populer di kalangan responden yang menyatakan bahwa politisi merupakan pemodal Boko Haram. Dengan 52,74%, responden yang berasal dari Abuja dan Lagos jauh lebih cenderung menuduh politisi. Responden muslim juga menunjukkan sikap skeptis yang signifikan terhadap politisi dengan 47,81% yakin bahwa politisi berada di balik pendanaan Boko Haram. Pilihan terpopuler kedua adalah keyakinan bahwa kelompok teroris lain yang membiayai Boko Haram. Responden dari Kano, Gombe dan Yobe lebih cenderung melihat perampokan bersenjata (15,59%) dan peredaran narkoba (14,59%) sebagai sumber pendanaan Boko Haram.
Persepsi bahwa politisi merupakan sumber utama pendanaan Boko Haram dibentuk oleh berbagai tuduhan yang telah diajukan terhadap sejumlah politisi kunci Nigeria. Tuduhan paling serius terhadap politisi adalah tuduhan yang dibuat terhadap mantan gubernur Kano, Bauchi, dan Borno, serta beberapa senator. Misalnya, diduga bahwa mantan gubernur pemerintahan Kano, yaitu Ibrahim Shekarau membuat sumbangan bulanan untuk kelompok Boko Haram sebesar 10 Juta Naira. Meskipun ditangkap, sangat sulit untuk menuntut mereka yang terlibat di pengadilan karena kesulitan mendapatkan bukti.
Bantuan dana dari kelompok teroris lainnya untuk Boko Haram
Banyak responden yang mengatakan bahwa kelompok teroris lain merupakan salah satu sumber utama pendanaan Boko Haram, dan tentunya terdapat konteks sejarah yang mendukung hal tersebut. Asal mula Boko Haram merupakan kombinasi faktor internal dan eksternal. Ketika kelompok teroris Nigeria dibentuk setelah 9/11, al-Qaeda akan membuat kesan yang tidak terhapuskan pada mereka. pengaruhnya bukan hanya inspirasi ideologis, tetapi juga dukungan finansial. Berbagai laporan menunjukkan bahwa Osama bin Laden mengirimkan 3 juta Dolar Amerika Serikat sebagai uang awal untuk Boko Haram pada tahun 2002.
Ada juga laporan yang mengaitkan Boko Haram dengan sumbangan US$250.000 dari Al-Qaeda di Maghreb Islam (AQIM) untuk memfasilitasi penculikan orang asing dengan tujuan mendapatkan uang tebusan untuk membeli senjata dari AQIM. Boko Haram juga diyakini menerima dukungan keuangan dari Al-Shabaab, Gerakan persatuan Jihad di Barat Afrika dan dari Al-Qaeda di semenanjung Arab. Meski tidak ada bukti konkret, Buhari dilaporkan telah menyatakan bahwa Boko Haram didanai oleh ISIS, setelah berjanji setia kepada ISIS pada Maret 2015. Oleh karena itu, ada banyak materi yang mendukung fakta bahwa kelompok teroris lain mempertahankan Boko Haram secara finansial, meskipun nilai finansial dari hubungan ini tidak jelas.
Perampokan Bersenjata
Sebagian besar responden percaya bahwa perampokan bersenjata adalah sumber utama pendanaan Boko haram. Memang, hampir 12% responden menempatkannya sebagai sumber pendanaan Nomor satu grup tersebut. Perampokan bersenjata termasuk perampokan bank, pencurian hewan ternak, pencurian senjata dan uang. Praktek yang saat ini masih terjadi yaitu pencurian hewan ternak, karena hewan ternak mampu menyediakan bekal hidup yang cukup dan dapat diperjual belikan. Boko Haram juga dicurigai merampok sejumlah bank termasuk ATM di Borno dan kota lain. Walaupun banyak yang mencurigai bahwa itu adalah perbuatan dari Boko Haram, masih sulit untuk mengetahui secara pastinya. Perampokan bersenjata sangat umum terjadi di Nigeria meskipun demikian, riset membuktikan bahwa perampokan bersenjata ini bernilai sekitar 6 juta US Dollar.
Perdagangan Narkoba dan Penyelundupan Senjata
Dalam urusan bukti, perdagangan Narkoba dalam pendanaan Boko Haram memiliki bukti yang paling lemah. walaupun kelompok teroris biasanya terkenal mengeksploitasi obat-obatan terlarang tersebut, bukti bahwa Boko Haram juga terlibat dalam perdagangan tersebut sangat sangat samar. Keterlibatan Boko Haram dalam perdagangan Narkoba tidak diketahui, tetapi dalam beberapa operasi militer ke kamp-kamp kelompok mencurigakan yang dilakukan menangkap beberapa orang yang dianggap mencurigakan dan memiliki hubungan dengan pengguna perdagangan Narkoba.
Seperti perdagangan narkoba, keterlibatan Boko Haram dalam penyelundupan senjata tidak diketahui. Tetapi kelompok tersebut dikaitkan dengan pasar gelap Libya yang memperjual belikan senjata. Setelah runtuhnya rezim Gaddafi, Boko Haram mengganti hampir seluruh senjata yang ia buat sendiri dengan senjata yang diyakini berasal dari Libya.
Bisnis Pribadi
Dari 1.607 responden survei penduduk, 97 orang percaya bahwa bisnis pribadi adalah sumber utama dari dana Boko Haram. Seperti halnya dengan pendanaan dari politisi setempat, ini juga sangat sulit dibuktikan bahwa bisnis yang mendanai kelompok tersebut. Masalah ini juga diperkeruh dengan hadirnya budaya islam yaitu zakat. Meskipun pada tujuannya zakat adalah berbagi ke yang tidak mampu, pada saat zakat ini justru dimanfaatkan oleh kelompok tersebut untuk mendapatkan keuntungan.
Bagian ini menjelaskan tentang persepsi publik tentang sumber dana dari Boko Haram. Berdasarkan survey dan dari hasil analisis percakapan di media sosial. Sudah terbukti bahwa banyak penduduk Nigeria percaya bahwa Boko Haram didanai oleh politikus. Ini menimbulkan rasa ketidakpercayaan yang muncul di kalangan masyarakat.
BAB 8
Perspektif Masyarakat dalam Bagaimana Menangani Isu dengan Boko Haram
Survey masyarakat juga menanyakan tentang bagaimana solusi yang tepat untuk menangani Boko Haram. 48.54% dari responden menyarankan agar menggunakan kekuatan militer untuk menangani kasus Boko Haram. Namun lebih dari setengah orang yang di survey tidak percaya bahwa aksi militer dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk bergabung dengan Boko Haram namun justru menghalangi orang untuk bergabung dengan kelompok itu. Aksi pasukan keamanan Nigeria memiliki peran yang signifikan dalam rute krisisnya. Namun sejak pertama kemunculan kelompok ini, pihak militer dinilai kurang efisien dalam melenyapkan Boko Haram. Dari 827 responden yang menyetujui bahwa pendekatan Boko Haram tanpa menggunakan jalan militer 13.19% setuju untuk bernegosiasi dengan Boko Haram; 10,21% mengatakan bahwa masalah bisa diselesaikan dengan mempekerjakan kaum pemuda; 6,97% mendukung tuntutan pidana terhadap tersangka Boko Haram; 5,54% merekomendasikan amnesti bagi militan Boko Haram; 4,73% mengatakan menghentikan koripsi bisa mengatasi masalah Boko Haram; 2,43% setuju untuk menerapkan gukum syariah; 2,24% mengatakan bahwa meningkatkan pemberian layanan dapat menjadi solusi; 2,12% menganjurkan rekonsiliasi nasional; 1,56% lebih menyukai pembangunan di utara; dan 1,49% menyarankan memberdayakan para pemimpin agama.
BAB 9
Conclusion, Recommendation, and summary of key findings
Pada buku ini mengeksplorasi berbagai sudut pandangan mengenai Boko Haram dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang pendorong ekstremisme kekerasan di Nigeria. Tidak ada satu factor yang dapat menjelaskan fenomena Boko Haram secara utuh, termasuk penyebab munculnya pergerakan dan mengapa orang orang bergabung di dalam kelompok Gerakan kekerasan ini. Terdapat kemungkinan kelompok Boko Haram memang tidak ada monolitik atau konsisten dengan cara yang rasional. Boko Haram memiliki sebagai Gerakan yang berfungsi dan bertahan atas dasar peluang, penyamaran usia dan kekerasan(dasar utama kunci keberadaan). Berdasarkan dasar logika untuk melanjutkan keberlangsungan hidup membuat mereka bergerak dengan cara kekerasan. Penulis dalam buku ini memberikan 10 rekomendasi mengenai penangan Boko Haram.
Comments